Mahfud MD: KPK Keliru Jika Mempersilahkan Lembaga Lain Tangani Kasus Sumber Waras
abadikini.com, JAKARTA – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Mahfud MD menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan langkah yang keliru karena mempersilakan institusi penegak hukum lain untuk menuntaskan perkara kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras.
Sebab menurut Prof Mahfud tidak ada aturan atau mekanisme di KPK yang mempersilahkan penegak hukum lain untuk menangani perkara kalau perkara itu sudah di tangani oleh KPK. Menurutnya KPK Harus secara resmi melimpahkan dan menyupervisinya kepada lembaga penegak hukum lainya.
“KPK keliru. Tak ada mekanisme mempersilahkan penegak hukum lain klo sdh ditangani KPK. Klo mau, KPK resmi melimpahkan dan menyupervisinya,” tulis Prof Mahfud di laman twitter pribadinya @mohmahfudmd saat menjawab pertanyaan netizen, Rabu (5/7/2017).
Prof Mahfud menambahkan seperti di tangani pro justicia, karena semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus sumber waras sudah di panggil dan di minati keterangan oleh KPK. Jadi kata Prof Mahfud, kalau KPK mau melepas ya limpahkan saja.
“Spt ditangani pro justicia. Semua pihak sdh dipanggil, dimintai keterangan. Kalau KPK mau melepas ya limpahkan sj,” jelas Prof Mahfud.
Diketahui sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui juru bicaranya Febri Diansyah mengatakan, KPK mempersilakan institusi penegak hukum yang lain untuk menuntaskan perkara kasus pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras.
“(Perkara) Sumber Waras itu proses penyelidikannya sedang berjalan. Kalau itu mau ditangani oleh instansi penegak hukum yang lain dan ditemukan buktinya, silakan saja,” ujar Jubir KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/7/2017).
Febri menjelaskan, KPK tentu hanya bisa menangani perkara jika memang ada permulaan bukti yang cukup. Lembaga antirasuah tersebut, sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka atau meningkatkan suatu kasus ke penyidikan, tentu dibutuhkan bukti permulaan yang cukup.
“Atau minimal dua alat bukti. Nah itu yang harus kita dalami secara maksimal terlebih dahulu,” ucapnya. (novi.ak)