Rabu bagi HTI dan Masyumi

oleh: Sabar Sitanggang
Kepala Sekretariat Lembaga Advokasi dan Pembelaan Hukum Bulan Bintang
abadikini.com, JAKARTA – Mulai pagi hari ini, Rabu (19/07/2017), status badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dicabut, dengan surat Kementerian Hukum dan HAM Nomor: AHU-30.AH.01.08.Tahun 2017 Sikap yang diambil Pemerintah ini merupakan upaya lanjutan dari terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas, yang telah didaftarkan oleh HTI ke Mahkamah Konstitusi untuk diujimaterialkan normanya.
Seperti diketahui bahwa HTI, per 18 Juli 2017 pukul 14.46 WIB dengan tanda terima No:1679/PAN.MK/VII/2017, telah mengajukan Permohonan Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimohonkan oleh Ir. H. Ismail Yusanto, M.M.
Peristiwa pencabutan status badan hukum HTI, yang dalam bahasa umum disebut sebagai DIBUBARKAN, mengingatkan penulis pada peristiwa hampir 57 tahun lalu. Bersamaan dengan Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesa yang ke-15, di hari yang sama, Rabu pukul 05:20 tanggal 17 Agustus 1960, Pimpinan Pusat Masyumi menerima surat dari Direktur Kabinet No. 2730/TU/60 yang berbunyi:
“Paduka Yang Mulia Presiden telah berkenan memerintahkan kepada kami untuk menyampaikan Keputusan Presiden Nomor 200/1960, bahwa Partai Masyumi harus dibubarkan. Dalam waktu 30 hari sesudah tanggal keputusan ini, yaitu 17 Agustus 1960, Pimpinan Partai Masyumi harus menyatakan partainya bubar. Pembubaran ini harus diberitahukan kepada Presiden secepatnya. Kalau tidak, Partai Masyumi akan diumumkan sebagai ‘partai terlarang’.”
Bahkan, untuk menguatkannya keputusan dan sikapnya, Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No. 128 Tahun 1960 yang menyatakan, bahwa partai yang diakui pemerintah hanyalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partindo, PSII, Parkindo, IPKI, Perti, dan Murba. Sementara Masyumi dan PSI bernasib sama dengan puluhan partai lainnya, tidak diakui dan dibubarkan.
Bagaimana sikap Masyumi? Inilah langkah Masyumi!
Sepekan sebelum batas tengat terlampaui, tepatnya pada 9 September 1960, Pimpinan Pusat Masyumi resmi memajukan tuntutan ke Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta untuk membatalkan Keppres No. 200/1960 sebagai tindakan Presiden, yang oleh Masyumi dianggap melawan hukum. Dan sebagai responnya, pada 11 Oktober 1960, keluar penetapan Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta yang dalam amar putusannya menyatakan Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa perkara ini. Dan atas penetapan pengadilan itu, Masyumi, melalui kuasa hukumnya, Mr. Mohamad Roem, menyatakan banding. Untuk selanjutnya, sama-sama kita ketahui ending-nya!
Pertanyaan yang sama hari ini kita ajukan, “apa (seharusnya) langkah yang harus ditempuh oleh HTI?”
Setelah resmi mengajukan Uji Materi terhadap UU Ormas ke MK, maka langkah yang tak kalah penting dan segeram, sebelum lewat batas waktunya, adalah mengajukan tuntutan (permohonan) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), untuk membatalkan surat Kementerian Hukum dan HAM Nomor: AHU-30.AH.01.08.Tahun 2017 tentang pencabutan keputusan Menteri hukum dan HAM Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014.2014 tentang pengesahan pendirian Badan Hukum perkumpulan HTI.
Langkah ini adalah langkah yang diatur dan dilindungi oleh hukum positif Indonesia. Dan posisi Prof. Yusril Ihza Mahendra, sebagai Kuasa Hukum yang dipilih oleh HTI pada Uji Materi UU Ormas ke MK, yang sudah biasa berhadapan dengan Pemerintah dalam hal terbitnya surat dan pembatalannya, adalah pilihan yang tepat!
Dari sekian penelurusan dan pembacaan penulis atas sejarah Masyumi yang terbatas ini, memang seperti inilah ciri khas Masyumi! Dalam bahasa yang sederhana dapat disebut bahwa meskipun sesuatu menimpa diri dan badannya (organisasinya), dan sesuatu itu dianggap zalim dan semena-mena, langkah antisipasi sebagai bentuk perlawananannya adalah tetap berada dalam koridor hukum, KONSTITUSIONAL, LEGAL, PARLEMENTER.
Ini fatsoen dan moral politik yang diajarkan oleh Masyumi. Dan siapa pun yang merasa, bahkan mengklaim, sebagai pewaris Masyumi, setidaknya dalam ide, wajiblah menempuh jalur ini. Jalur yang Halalan Thayyiban! Bukan yang lain. Tetap menjaga kejernihan berpikir, meski dalam suasana yang keruh dan kisruh sekalipun.
Selamat Berjuang Saudara-saudaraku HTI!
“Ishbiruu wa Rabithuu…. “, “Inna ‘l-laha Ma’ana!”
Mari kita tunggu babak berikutnya!