Stekmi Desak Pemerintah Terapkan Upah Buruh Berbasis Syariah
Abadikini.com, JAKARTA – Serikat Tenaga Kerja Makmur Indonesia (Stekmi) menilai kebijakan ekonomi pemerintahan Jokwi Dodo (Jikowi) belum berpihak untuk buruh Indonesia.
Antara lain, terlihat dari kebijakan memberi kemudahan bagi tenaga kerja asing skill rendah bekerja di dalam negeri dengan upah tinggi, sementara banyak buruh yang di-PHK. Gaji yang diterima mayoritas buruh juga masih di bawah upah minimum provinsi (UMP).
“Karena itu kami menilai pemerintah gagal menyejahterakan rakyat. Upah buruh tidak sebanding dengan biaya hidup yang terus meningkat,” ujar Ketua Umum Stekmi Mahadi Manik di Jakarta, Selasa (1/5/2018).
Mahadi kemudian membacakan sepuluh tuntutan Stekmi terhadap pemerintah. Pertama, pemerintah diminta menetapkan perhitungan upah buruh berbasis syariah dengan dasar perhitungan nisab zakat.
Kedua, memberikan keringanan pajak bagi perusahaan yang membayar gaji buruh sesuai upah syariah yang layak untuk hidup.
Ketiga, memperluas cakupan sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), sehingga tidak lagi hanya pada produk makanan dan obat, tapi juga terkait upah layak hidup.
“Keempat, memmbatalkan aturan yang mempermudah TKA masuk ke tanah air dan memberantas pungli-pungli yang mengakibatkan high cost produksi,” ucap Mahadi.
Kelima, memberikan subsidi bagi petani dalam persiapan lahan sebagai konsekuensi dari larangan pembakaran lahan. Menambah subsidi pupuk dan bibit pada pertanian bidang pangan, serta mengaktifkan penyuluh pertanian dengan pola solusi low cost.
Keenam, melindungi buruh, petani dan nelayan dari gempuran masuknya produk pertanian dan industri dari luar negeri.
Ketujuh, melindungi nelayan dan meningkatkan hasil tangkapan dan aturan ruang wilayah laut terhadap nelayan sesuai alat tangkap yang dimiliki. Serta memberi pendampingan untuk meningkatkan kualitas hasil tangkapan nelayan.
Kedelapan, menghentikan proyek-proyek infrastruktur raksasa yang tidak dapat dinikmati secara cepat oleh masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya beli. Menghentikan program-program yang berdampak terhadap pemiskinan rakyat.
Kesembilan, menurunkan harga tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM) serta memastikan ketersediaan lapangan kerja dan lahan bagi petani.
“Kesepuluh, stop impor kebutuhan pokok seperti garam, beras, daging sapi dan lain-lain. Pemerintah sebaiknya lebih memaksimalkan hasil produk dalam negeri,” pungkas Mahadi. (ak.jpnn)