Menilai Pidato Kebangsaan Prabowo
Kalau membaca sekilas berita dari media massa isi pidato Prabowo yang bertema pidato kebangsaan maka saya dapat simpulkan bahwa Prabowo sedang berusaha menciptakan tema kampanye seperti film yang berjudul Our branding is crisis. Film yang bercerita tentang terpilihnya seorang Castilo berkarakter buruk menjadi presiden Bolivia. Perhatikan apa yang dikatakan oleh Prabowo : harga-harga bahan pokok yang melambung tinggi, BUMN-BUMN yang tak lagi untung, bahkan berutang, rumah sakit yang tidak bisa dibayar, anak-anak yang gagal tumbuh, dan utang negara yang terus bertambah. Bahkan dia yang berkeyakinan bahwa jangankan 1000 tahun Indoensia bisa bertahan, 10 tahun saja sudah setengah mati.
Saya hanya ingin meluruskan apa yang di branding oleh Prabowo. Harga bahan pokok apa yang melambung ? Diakhir kekuasaan beye , 2014 UMR Rp 2.400.000 per bulan. Harga beras per kg Rp. 10.000. Itu sama dengan Rp 240 kg beras. Era Jokowi UMR ( DKI) Rp.3.650.000. Harga beras masih sama yaitu Rp. 10.000. Itu sama dengan 335 Kg beras. Walau kurs di market era SBY Rp. 12.200 dan Jokowi melemah jadi Rp 14.790 tapi peningkatan pendapatan orang di era Jokowi tetap lebih tinggi dibandingkan harga beras. Upah buruh meningkat akan mendorong meningkatnya nilai tambah atas barang yang dihasilan disegala sektor. Bagimana dengan PPP indonesia di era Jokowi. Bila PDB dihitung berdasarkan PPP tahun 2014 USD 1,285 miliar dan tahun 2017 menjadi USD 3,248 miliar atau terjadi peningkatan hampir tiga kali lipat. Artinya kenaikan harga jauh lebih rendah daripada peningkatan daya beli.
BUMN tak lagi untung ? Dari data BPK hasil audit 2014 yang di release tahun 2015 , ada 146 BUMN yang menderita kerugian. Dari sejumlah itu ada enam besar langganan rugi yaitu Perum Bulog, Perusahaan Gas Negara, PLN, PAL, Garuda Indonesia, Pertamina. Tetapi bila potensi rugi akibat PT.Petral, dimasukkan maka PERTAMINA menempati urutan nomor 1 dalam daftar kerugian BUMN. Era Jokowi hasil audit tahun 2015, tercatat masih ada 27 BUMN yang mengalami kerugian. Tahun ini tinggal 24 BUMN yang merugi. Prestasi terbaik dari pemerintah Jokowi adalah mengeluarkan PERTAMINA, PLN, PT. GAS NEGARA dari daftar rugi. Maklum ketiga BUMN ini nilai kerugiannya mencapai 60 % dari total kerugian dari 146 BUMN. Bahkan kini ketiga perusahaan itu mencatat laba significant yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Prabowo menggunakan data era SBY. Bukan data era Jokowi.
BPJS merugi karena lebih besar subsidi daripada yang bayar. Karena faktanya dari 116 juta peserta BPJS yang non PBI ( penerimaan bantuan Iuran ) hanya sebanyak 10,54 juta peserta atau hanya 9% dari total peserta. Jadi wajar saja rugi karena lebih banyak yang disubsidi daripada yang bayar premi non PBI atau mandiri. Padahal tadinya dari keuntungan premi non PBI bisa menutupi subsidi PBI. Tapi minat non PBI memang rendah. Walau sudah ada pemaksaan sesuai PP 86/2013 dengan menyertakan sanksi hukum bagi yang tidak ikut BPJS kesehatan. Kerugian sudah ditutupi lewat bantuan pemerintah Pusat. Program BPJS sampai sekarang tetap jalan. Memang masih ada kelemahan akibat UU SJSN yang dikeluarkan era SBY itu namun itu terus disempurnakan oleh Jokowi. Butuh proses. Maklum kita baru 4 tahun melaksanakan UU SJSN. Jangan disamakan dengan negara Eropa yang sudah puluhan tahun menerapakan UU SJSN.
Utang BUMN dan Utang negara. Tidak perlu di gembor gemborkan seolah olah Indonesia sedang krisis hutang. Kalau pemerintah mengatakan keadaan hutang itu aman, itu bisa saja tidak percaya. Tetapi faktanya lembaga rating international semua menempatkan indonesia dalam kondisi investment grade. Artinya apa ? Indonesia sangat aman ekonominya untuk investasi surat utang. Mereka lebih objectif karena tidak bicara atas nama politik. Pasar modal kita terbaik sepanjang sejarah republik ini. Kalau keadaan indonesia krisis pangan dan energi karena stok terbatas, tentu engga mungkin pasar modal bergairah dengan index tembus 6000.
Menurut saya Prabowo masuk jebakan dari konsultant Politik ala Jane Bodine dalam Film Our brand is crisis. Konsultant politik yang punya catatan pernah masuk rumah sakit jiwa. Ia memang sukses menempatkan seorang psikopat jadi presiden. Tetapi Bolivia bukan Indonesia. Bolivia ketika itu memang sedang crisis parah. Orang gila pun bisa dikemas nampak waras. Indonesia tidak dalam krisis ekonomi. Indonesia krisis mental pecundang dan pesimis dari orang orang semacam Prabowo itu. Namun jumlahnya engga banyak. Hanya 30% something. Selebihnya waras. Indonesia akan baik baik saja.
Oleh: Erizeli Jelly Bandaro