Ada Kursus Menjadi Manusia Purba di Italia
Abadikini.com – Guido Camia bisa menunjukkan cara membuat api hanya berbekal batu, atau bertahan hidup dengan memakan dedaunan dan serangga, hingga membuat area untuk berlindung di dalam hutan.
Pria berusia 37 tahun ini, yang profesi sebenarnya adalah koki untuk membuat kue dan kudapan, kini menjalani usaha jasa mengasah kemampuan hidup di alam liar layaknya manusia purba.
Ia menawarkan kursus singkatnya kepada siapa pun di sebuah pegunungan di Italia.
Saat akhir pekan tiba, ia akan ‘menampakkan’ diri dengan cara yang tidak biasa. Mulai dari memanjat tebing tanpa alas kaki, memburu ikan dengan tombak, hingga mengenakan pakaian dari kulit binatang.
Sepintas, ia akan terlihat seperti tokoh dalam film The Flintsones.
Namun apa yang ia tawarkan tak hanya sebatas kemampuan saja, karena jasanya sudah tersertifikasi secara resmi. Jadi siapa saja yang terdaftar dan lulus, maka ia akan mendapatkan sertifikat pelatihan menjadi manusia purba.
“Selama lima tahun terakhir, metode yang saya terapkan sudah diakui oleh Federasi Survival Italia (FISSS),” ujar Camia, seperti yang dikutip dari AFP, Senin (12/8).
Sebenarnya, Camia menambahkan, ia juga memberi jasa untuk bertahan hidup dengan metode-metode tradisional. Namun ia fokus mengembangkan untuk mengasah kemampuan layaknya manusia purba, yang hidup antara 400 sampai 40 ribu tahun yang lalu.
“Mereka sangat cerdas. Hal ini bisa dilihat dari kemampuan mereka beradaptasi terhadap segala macam cuaca, hingga menemukan api,” katanya.
“Meski masih tergolong era nomaden, namun mereka sudah membangun beberapa tempat berlindung seperti di dalam gua atau tempat-tempat lain. Singkatnya, mereka sudah mulai membangun peradaban.”
Untuk menjadi bagian dalam ‘kelas’ ini, setiap calon peserta diwajibkan membayar antara US$90-112 (sekitar Rp1,3-1,6 juta) per orang per malam. Harga ini sudah termasuk biaya akomodasi bermalam di bivak.
Kelas ini, ia menjelaskan, terbagi ke dalam berbagai tingkatan mulai dari pemula hingga mahir.
Untuk kelas yang teratas, para peserta akan diuji mencari dan mengolah makanan secara mandiri untuk beberapa hari.
“Hal ini akan membuat orang memahami bagaimana berpikir menguras banyak energi. Bahkan untuk keputusan yang sederhana, akan terasa sangat berat jika tubuh tidak mendapat asupan selama tiga hari,” ujarnya.
Menurutnya apa yang dilakukannya ini, bukan dalam rangka mengamini teori-teori konspirasi terkait keruntuhan peradaban karena roda industri yang diciptakan manusia.
Namun ia lebih percaya perubahan iklim harus membuat siapa pun bertahan hidup dengan cara dan jenis makanan apa saja.