Pengamat Ini Sebut Kebiri Kimia Tidak Berlandaskan Hukum Keadilan
Abadikini.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan hukuman kebiri kimia tidak manusiawi. Menurutnya pemberian hukum kimia kepada terpidana kasus pencabulan, Muhammad Aris, tidak berlandas hukum keadilan.
“Penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman. Itu bukan esensi dari penghukuman dan bukan pula bagian dari keadilan itu sendiri,” kata Usman melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 27 Agustus 2019.
Dia menyebut penegak hukum harus mencari alternatif penghukuman. Kejahatan seksual tidak harus diperangi dengan penghukuman tidak manusiawi dan merendahkan martabat yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Begitu pula dengan kebiri kima. Hukuman itu disebut telah melanggar aturan internasional tentang penyiksaan dan perlakuan hukum yang kejam.
“Diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, penegak hukum seharusnya menunjukkan ketegasan dengan pemenjaraan dalam waktu yang lama. Serta menyiapkan program khusus untuk memberi efek jera kepada pelaku.
Usman tidak setuju dengan kebiri kimia karena seolah penegak hukum hanya mencari jalan pintas. “Namun menurut kami itu adalah ‘cara instan’ yang justru menjauhkan pemerintah dari tanggung jawabnya untuk reformasi kompleksitas instrumen hukum dan kebijakan terkait pelindungan anak,” pungkasnya.
Saat ini, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) Asep Maryono, sedang berkoordinasi dengan pimpinan di Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait petunjuk teknis pelaksanaan eksekusi hukuman kebiri kimia. Hukuman Aris, warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto, sebelumnya diperkuat putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya karena mencabuli sembilan korban yang masih anak-anak.
Aris divonis pidana penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Dia dijerat Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat 2 UU RI nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.