Wanita Paling Subur di Dunia, Bisa Melahirkan 44 Anak
Abadikini.com, JAKARTA – Mariam Nabatanzi sudah menikah di usianya yang masih 11 tahun dan satu tahun kemudian, saat 12 tahun, ia sudah dikaruniai bayi kembar.
Tak sampai di situ, ia kembali melahirkan lima pasang bayi kembar, empat pasang kembar tiga serta lima pasang kembar empat.
Namun, sebanyak enam anak meninggal karena indung telurnya yang besar dan tidak normal.
Tiga tahun kemudian, wanita 39 tahun dari Uganda ini ditinggalkan oleh suaminya. Membuat Nabatanzi harus menyokong 38 anak seorang diri.
Melansir The Sun, setelah anak kembar pertamanya lahir dokter memberi tahu Nabatanzi memiliki ovarium besar yang tidak biasa (hiperovulasi).
Dokter juga mengatakan jika Nabatanzi mengonsumsi alat kontrasepsi seperti pil KB, justru akan menyebabkan masalah pada kesehatannya.
Sehingga tidak heran jika ia terus melahirkan hingga mempunyai 44 jumlah anak.
Hiperovulasi mengacu pada produksi dan pelepasan lebih dari satu telur selama siklus menstruasi.
Kondisi ini dapat terjadi secara alami atau distimulasi melalui perawatan hormon untuk keperluan donor telur dalam reproduksi pihak ketiga.
Menurut Repropedia, dalam kondisi normal, ketika lebih dari satu telur dilepaskan, peluang untuk hamil kembar fraternal atau kembar tiga meningkat.
Sedangkan dalam stimulasi hiperovulasi melibatkan beberapa obat dan pemantauan hati-hati kadar hormon serta status ovarium, yang biasanya menggunakan ultrasonografi (USG).
Setelah matang, folikel dihisap selama prosedur pengambilan telur dan dievaluasi kualitasnya sebelum digunakan untuk fertilisasi in vitro (bayi tabung).
Tidak heran jika ia dijuluki wanita tersubur di dunia karena ia memiliki keluarga yang paling besar.
Di Uganda, tingkat kesuburan rata-rata wanita hanya dapat melahirkan 5 hingga 6 anak. Bahkan ini masih dianggap tertinggi di benua Afrika dan lebih dari dua kali lipat rata-rata global yang hanya melahirkan dua hingga 4 anak, menurut Bank Dunia.
“Saya tumbuh dengan air mata, laki-laki saya telah meninggalkan saya dengan banyak penderitaan,” katanya saat wawancara di rumahnya, tangan tergenggam saat air matanya menggenang.
“Seluruh waktu saya dihabiskan untuk merawat anak-anak saya dan bekerja untuk mendapatkan uang.”