Kuliner Kawasan Salemba Jakarta Pusat, Pempek Megaria yang Melegenda
Abadikini.com, JAKARTA – Di pojok keramaian area pujasera Bioskop Metropole terdapat kedai Pempek Megaria. Meski kecil, selalu ada pengunjung yang memesan makanan di kedai ini.
Dahulu kawasan ini disebut Megaria. Dari nama kawasan itu pula Rudi, pemilik dari Pempek Megaria ini kemudian menamakan bisnis pempek yang ia bangun sedari 1989.
“Dulu saya sering lewat daerah ini. Dulu belum begini penampakan gedungnya. Saya lihat ada toko kosong. Akhirnya saya sewa coba jualan pempek,” ujar Rudi pada Kompas.com di Kedai Pempek Megaria, Rabu (11/3/2020).
Rudi yang dulu berkuliah di kawasan Salemba mengaku dirinya mewarisi darah bisnis dari kedua orang tuanya. Ayah dan ibunya memiliki bisnis percetakan foto di Palembang.
Untuk memulai bisnis kuliner, Rudi yang saat itu duduk di semester akhir kuliah membenarnikan diri meminjam uang pada orang tuanya.
Ia mengaku bahwa saat itu melihat teman-temannya sudah mulai bekerja di berbagai perusahaan.
Namun dirinya mengaku tak tertarik untuk bekerja kantoran. Ia merasa dirinya punya kecenderungan tinggi untuk berdagang.
Rudi sebenarnya tak memiliki pengalaman bisnis kuliner. Namun karena ia berasal dari Palembang, akhirnya ia memutuskan berjualan pempek yang merupakan makanan khas Sumatera Selatan.
“Makanan ini gampang diterima. Setara bakso lah ya, kalau bakso kan sapi. Kalau pempek ini kan dari ikan. Bedanya itu saja,” jelas Rudi.
Ia menjelaskan bahwa saat memilih lokasi berjualan, intuisinya sangat kuat. Ia sangat yakin bisnisnya akan sukses dan berkembang.
Pasalnya, saat itu Jalan Diponegoro yang jadi lokasi kawasan Megaria masih merupakan jalan dua arah. Berbeda dengan kondisi saat ini yang jalannya hanya satu arah.
“Dulu dua arah, berarti expose-nya tinggi. Apalagi dulu masih zamannya bus dua tingkat. Saya ingat dulu ada nomor 14A dari Senen ke Blok M. Dulu manusianya juga banyak banget sampai bergelantungan gitu di bus,” kenang Rudi.
“Saya pikir expose-nya tinggi. Jadi kalau dagang dengan kualitas yang oke ya bisa jalan lancar,” lanjutnya.
Rudi pun memulai bisnisnya. Pertama kali, Rudi sampai mendatangkan pembuat pempek langsung dari Palembang.
Hal ini untuk memastikan rasa Pempek Megaria otentik dengan rasa pempek di kampung halamannya.
Pempek Megaria bertahan 31 tahun
Menurut Rudi, ia sendiri tak tahu pasti mengapa Pempek Megaria bisa bertahan hingga kini.
Selain dari rasa yang ia pertahankan sejak dulu, Rudi mengungkapkan mungkin para pelanggan setianya tetap datang karena harga yang ia patok tak terlalu tinggi.
Rudi mengaku tak pernah menaikkan harga pempek yang ia jual begitu tinggi.
Terkecuali ketika bahan-bahan sedang mahal, pasti akan ada sedikit perubahan tetapi tak pernah banyak.
“Saya malah heran ya ada yang jual pempek sampai Rp 30.000. Jual dengan harga segini aja sudah untung kok,” tutur Rudi.
“Saya lebih mengincar ke kuantitas yang besar jadi harganya tidak terlalu tinggi,” lanjutnya.
Terkait rasa pempek yang ia jual, Rudi pun mengaku masih memiliki idealisme tertentu soal penggunaan bahan pembuatan.
Pempek Megaria masih menggunakan campuran ikan tenggiri sebagai bahan utama.
“Ada pedagang yang mencampur adonan pempeknya selain ikan tenggiri dengan ikan laut lain yang lebih murah,” cerita Rudi.
“Karena ikan tenggiri kan agak mahal. Makanya pempek kita enggak pernah bisa benar-benar murah,” sambungnya.
Tak itu saja, Rudi juga tetap mempertahankan penggunaan gula merah asli dari Sumatera Selatan.
Menurut Rudi, penggunaan gula merah Sumatera Selatan pada cuko pempek akan membuat rasa cuko jadi lebih pekat dan berbeda.
Tak buka cabang dan waralaba
Pempek Megaria hingga kini tak memiliki cabang. Rudi memang tak tertarik untuk membuka cabang, termasuk bisnis warabala (franchise).
“Kalau franchise itu rumit, terutama berkaitan dengan masalah legal. Misalnya saya punya cabang franchise di Tebet, kalau dia punya tindakan (melanggar) hukum atau apa itu kenanya ke nama saya,” jelas Rudi.
“Paling saya kerja sama dengan online aja ya. Saya ada di Kwitang itu hanya untuk pick-up point ojek online enggak bisa makan di sana,” lanjutnya.
Tak itu saja, Pempek Megaria juga memiliki dapur pusat untuk tempat pembuatan pempek.
Jika menggunakan sistem waralaba atau cabang dengan dapur pusat, Rudi khawatir bahwa kualitas pempeknya akan terganggu.
Terkait penerus, Rudi mengaku hingga kini tak tahu siapa yang akan meneruskan nama Pempek Megaria. Ia belum mengetahui apakah anak-anaknya mau meneruskan bisnisnya ini.
Rudi berharap bisa menjalankan bisnisnya ini hingga tua nanti. Salah satu harapannya, ia ingin makanan lokal Indonesia punya level yang lebih tinggi dan disukai oleh anak-anak Indonesia.
“Kalau ulang tahun anak-anak kan biasanya minta makanan fast food. Nah saya inginnya mereka tuh minta makan pempek, bakso, siomay untuk merayakan ulang tahun gitu,” tutup Rudi sambil tertawa.