Amerika Serikat Tuding China dan Rusia Terlibat Konspirasi Sebar COVID-19
Abadikini.com, WASHINGTON – Kepala koordinator Pusat Keterlibatan Global, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Lea Gabrielle menuding China dan Rusia terlibat dalam konspirasi penyebaran wabah virus Corona (COVID-19).
Mengtip dari AFP, Sabtu (9/5/2020), Gabrielle menyebutkan Republik Rakyat Tiongkok itu mengadopsi tenkik-teknik yang selama ini selalu digunakan Rusia.
“Bahkan sebelum krisis COVID-19, kami menilai ada koordinasi pada level tertentu antara Rusia dan PRC (Republik Rakyat China) dalam ranah propaganda,” kata Gabrielle, Sabtu (9/5/2020).
Menurut Garielle, lembaga yang dipimpinya, Global Engagement Center (Pusat Keterlibatan Global) dibawah naungan Deplu AS tersebut memiliki tugas untuk melacak propaganda-propaganda asing.
“Tapi dengan adanya pandemi ini, kerja sama itu meningkat pesat. Kami melihat konvergensi ini sebagai hasil dari apa yang kami anggap sebagai pragmatisme antara dua aktor yang ingin membentuk pemahaman publik soal pandemi COVID-19 untuk tujuan mereka sendiri,” jelasnya.
Pasalnya, terang dia, Pusat Keterlibatan Global sebelumnya menyebutkan bahwa ribuan akun media sosial terkait Rusia banyak menyebarkan konspirasi soal pandemi virus Corona, termasuk tuduhan bahwa virus yang pertama terdeteksi di Wuhan, China, pada akhir tahun lalu itu diciptakan oleh AS.
“Beberapa waktu lalu, China membuat marah AS saat seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri memposting kicauan via Twitter soal konspirasi bahwa militer AS membawa virus Corona ke Wuhan,” imbuhnya.
Sebab, Menurut Dia, China sering sekali mengintensifkan kampanye online untuk membela cara penanganan pandemi virus Corona yang dilakukannya dengan tujuan untuk mengkritik AS.
“Beijing beradaptasi secara real time dan semakin sering menggunakan teknik yang sejak lama dilakukan Moskow,” tegasnya.
Disebutkan Gabrielle bahwa China semakin sering memakai jaringan bot (bot networks) untuk memperkuat pesan-pesannya.
Gabrielle juga menyebut ada peningkatan drastis secara misterius untuk jumlah follower pada akun-akun Twitter diplomatik China pada akhir Maret. Dari tadinya bertambah 30 follower dalam sehari, menjadi bertambah 720 follower dalam sehari, yang seringkali terjadi pada akun yang baru saja dibuat.
Metode online serupa untuk ‘menebar perselisihan politik’, sebut Gabrielle, pernah dipakai China saat menghadapi isu Hong Kong yang dilanda unjuk rasa pro-demokrasi besar-besaran beberapa waktu lalu.
Diketahui, pada Jumat (8/5) kemarin, seperti diberitakan media China, Xinhua News Agency, Presiden China Xi Jinping dikabarkan komunikasi melalui sambung telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Menurut media tersebut, percakapan telepon itu diduga membahas hubungan kerja sama kedua negara terkait penanganan pandemi COVID-19.
“Rusia menentang upaya-upaya oleh beberapa pihak untuk memanfaatkan epidemi ini sebagai dalih menyalahkan China dan (Rusia) akan selalu berdiri teguh di pihak China,” ucap Putin kepada Xi Jimping.