Setelah 30 Tahun, Negara Sudan Hapuskan Penggunaan Hukum Islam
Abadikini.com, KHARTOUM – Setelah lebih dari 30 tahun di bawah Pemerintahan Islam, Sudan telah mengadopsi reformasi skala besar mengubah penggunaan hukum syariah. Di bawah hukum baru, warga non-Muslim Sudan kini diizinkan untuk minum alkohol dan hukuman cambuk publik tidak lagi digunakan.
“Kami (akan) membatalkan semua hukum yang melanggar hak asasi manusia di Sudan,” kata Menteri Kehakiman Nasredeen Abdulbari.
Rancangan undang-undang baru Sudan disahkan pekan lalu tetapi ini adalah penjelasan publik pertama tentang isinya.
Reformasi terjadi setelah penguasa lama Omar al-Bashir digulingkan tahun lalu menyusul protes jalanan besar-besaran. Pemerintah saat ini adalah campuran tidak mudah dari kelompok-kelompok yang menggulingkan Bashir dan mantan sekutunya di militer, yang akhirnya melakukan kudeta terhadapnya.
Di bawah undang-undang baru, para perempuan tidak lagi memerlukan izin dari kerabat laki-laki untuk bepergian dengan anak-anak mereka.
Warga non-Muslim sekarang diizinkan untuk mengonsumsi alkohol secara pribadi, namun larangan minum minuman beralkohol bagi Muslim tetap ada, kata Abdulbari kepada TV pemerintah. Selain itu warga non-Muslim masih bisa dihukum jika mereka ketahuan minum dengan Muslim.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah berusaha untuk melindungi hak-hak non-Muslim negara itu, yang membentuk sekitar 3% dari populasi.
Mereka sekarang diizinkan untuk minum, mengimpor, dan menjual alkohol.
“Kami ingin menghancurkan segala bentuk diskriminasi yang diberlakukan oleh rezim lama dan untuk bergerak menuju kesetaraan kewarganegaraan dan transformasi demokratis,” katanya sebagaimana dilansir BBC.
Sampai sekarang, siapa pun berpindah agama meninggalkan Islam, atau murtad, dapat menghadapi hukuman mati.
Kasus paling terkenal adalah Meriam Yehya Ibrahim Ishag, seorang wanita hamil yang dijatuhi hukuman gantung setelah menikah dengan seorang pria Kristen pada 2014. Dia berhasil melarikan diri dari Sudan, tetapi hukum kemurtadan, yang menargetkan mereka yang dianggap telah meninggalkan Islam, tetap ada dalam buku undang-undang sampai sekarang.
Deklarasi bahwa seseorang itu murtad adalah “ancaman bagi keamanan dan keselamatan masyarakat,” kata Abdulbari.
Di bawah Pemerintahan Bashir, polisi moralitas akan sering melakukan cambuk di depan umum untuk berbagai pelanggaran ringan tetapi Abdulbari mengatakan hukuman ini sekarang telah dihapuskan.
Perubahan terbaru datang setelah undang-undang ketertiban umum yang membatasi bagaimana perempuan bertindak dan berpakaian di depan umum dicabut pada bulan November.
Pengenaan hukum Islam yang keras pada 1980-an adalah faktor kunci dalam perang saudara yang berlangsung lama yang akhirnya mengarah pada kemerdekaan bagi Sudan Selatan, di mana mayoritas orang beragama Kristen atau mengikuti agama tradisional.