Si Jaksa Pinangki Didakwa Lakukan Pencucian Uang dari ‘Fee’ Djoko Tjandra
Abadikini.com, JAKARTA – Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa melakukan pencucian uang dari hasil penerimaan sesuatu atau janji dari Joko Soegiarto Tjandra.
“Terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan membayar, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga hasil tindak pidana korupsi penerimaan sesuatu dari Joko Soegiarto Tjandra yang berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO),” kata jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung KMS Roni di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Melansir dari Antara, Penerimaan itu bertujuan agar Pinangki mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Joko Tjandra berdasarkan putusan PK No 12 tertanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi, sehingga Joko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Menurut JPU, total gaji dan tunjangan Pinangki sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung pada 2019-2020 tiap bulannya adalah Rp18.921.750 ditambah penghasilan suaminya Napitupulu Yogi Yusuf sebagai seorang polisi sebesar Rp11 juta per bulan.
Dalam surat dakwaan disebutkan Pinangki telah menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dan 50 ribu dolar AS (sekitar Rp740 juta) sudah diberikan kepada advokat Anita Dewi Kolopaking, sehingga Pinangki menguasai uang senilai 450 ribu dolar AS (sekitar Rp6,6 miliar).
Pinangki lalu menukarkan 337.600 dolar AS menjadi Rp4.753.829.000 di “money changer” dengan menggunakan nama supir Pinangki, Sugiarto; staf suaminya yang merupakan anggota Polri Beni Sastrawan dan atas nama Dede Muryadi Sairih.
Untuk penukaran mata uang melalui Sugiarto, Pinanki memerintahkan agar Sugiarto menukarkan mata uang dolar AS dengan tidak boleh melebihi jumlah Rp500 juta agar tidak terpantau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Selanjutnya Sugiarto menukarkan dolar AS tersebut di Tri Tunggal Money Changer di Blok M Plaza lantai 2 pada 27 November 2019 – 10 Maret 2020 dengan total penukaran sebanyak 280 ribu dolar AS yang dikonversi menjadi Rp3.908.408.000
“Terdakwa meminta suaminya yaitu AKBP Napitupulu Yogi Yusuf untuk menukarkan uang dolar AS selanjutnya Yogi Yusuf memerintahkan stafnya bernama Beni Sastrawan untuk menukarkannya,” ungkap jaksa.
Total uang yang ditukarkan adalah 47.600 dolar AS menjadi Rp696.722.000 yang diberikan secara tunai maupun transfer ke rekening Pinangki atau adik Pinangki yaitu Pungki Primarini.
Pinangki juga meminta orang lain untuk menukarkan uang 10 ribu dolar AS menjadi Rp148.700.000 pada 11 Mei 2020 dan disetor ke rekening Pinangki sendiri sehingga total penukaran uang pada 27 November 2019 – 7 Juli 2020 adalah sebesar 337.600 dolar AS yang menjadi mata uang rupiah Rp4.753.829.
Uang tersebut digunakan untuk, pertama pembelian 1 unit mobil BMW X5 warna biru dengan nomor polisi F 214 senilai Rp1.753.836.050 atas nama Pinangki yang pembayarannya dilakukan secara tunai bertahap pada 30 November – Desember 2019.
Kedua, pembayaran sewa apartemen di Amerika Serikat pada 3 Desember 2019 senilai Rp421.705.554,29.
Ketiga, pembayaran dokter kecantikan di AS bernama dokter Adam R Kohler M.D.P.C sebesar Rp419.430.000.
“Keempat, pembayaran dokter ‘home care’ atas nama dr Olivia Santoso dimana terdakwa selama melakukan perawatan kesehatan dan kecantikan serta ‘rapid test’ selalu melakukan pembayaran melalui transfer BCA atas nama terdkwa ke rekening BCA atas nama Olivia Santoso,” ungkap jaksa.
Perawatan itu dilakukan mulai 18 Oktober 2019 – 20 Juli 2020 dengan jenis perawatan yang diberikan adalah infus vitamin; obat anak; suntik dan vaksin flu untuk ibunya Pinangki dan pembantu; pembelian rapid tes biosensor buatan Korea; infus obat mual, muntah dan lainnya dengan total pembayaran Rp176.880.000.
Kelima, pembayaran kartu kredit bank Mega visa senilai total Rp467 juta meski limit yang seharusnya hanya Rp33 juta; pembayaran kartu kredit bank DBS senilai Rp185 juta; pembayaran kartu kredit BNI Visa Platinum dan Master Gold senilai Rp483.500.000; pembayaran kartu kredit Bank Panin senilia Rp950 juta meski batas limitnya hanya Rp67 juta.
Keenam, pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature unit 20 D periode Februari 2020-2021 sebesar 68.900 dolar AS yaitu pada 8 Februari sebesar 5.300 dolar AS dengan menyerahkan “security deposit” dan pada 10 Februari 2020 melakukan pelunasan sebesar 63.600 dolar AS.
“Terdakwa sengaja menggunakan nama agent marketing Jethro Property Cella dalam transaksi pembayaran sewa untuk menyembunyikan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari tindak pidana korupsi,” ungkap jaksa.
Pinangki masih melakukan pembayaran perpanjangan sewa apartemen Darmawangsa Essense unit ES 06 FN periode 17 April 2020 – 16 April 2021 sebesar 38.400 dolar AS atau setara Rp525.273.600 dengan penyerahan tunai.
“Terdakwa menggunakan nama marketing apartemen Darmawangsa Essense Shinta Kursiatin Goenawan dalam transaksi pembayaran untuk menyembunyikan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari tindak pidana korupsi,” tambah jaksa.
Maka jumlah keseluruhan uang yang disamarkan asal-usulnya oleh Pinangki adalah 444.900 dolar AS atau setara Rp6.219.380.900.
Atas perbuatannya, Pinangki didakwa dengan Pasal 3 No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Selain didakwa pencucian uang, Pinangki juga didakwa menerima suap dan pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.