AS Geram dengan Industri Sawit Malaysia
Abadikini.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) akan menahan pengiriman minyak sawit dan produknya dari produsen utama di Malaysia setelah berbagai indikator pelecehan ketenagakerjaan ditemukan, termasuk kekerasan fisik dan seksual, serta pekerja di bawah umur.
Amerika Serikat (AS) geram oleh produksi sawit Malaysia lantaran ada indikasi ditemukan ketenagakerjaan mendapatkan kekerasan fisik hingga pelecehan seksual.
Asisten komisaris eksekutif AS Brenda Smith mengatakan Perintah pemotongan pajak terhadap FGV Holdings Berhad berlaku segera setelah penyelidikan
“Kami akan mendesak komunitas pengimpor AS untuk melakukan pengujian,” katanya, seraya menambahkan mereka harus melihat rantai pasokan minyak sawit mereka.
“Kami juga akan mendorong konsumen AS untuk bertanya tentang dari mana produk mereka berasal,” katanya lagi, seperti dikutip dari CBS, Jumat (1/10/2020).
FGV adalah salah satu perusahaan minyak sawit terbesar di dunia dan terkait erat dengan Felda, yang dimiliki oleh pemerintah Malaysia.
Perintah Bea Cukai datang seminggu setelah investigasi pelanggaran ketenagakerjaan di industri minyak sawit di Malaysia dan Indonesia, di mana keduanya sama-sama menghasilkan sekitar 85 persen dari pasokan global 65 miliar dolar.
Beberapa pelanggaran terjadi di perkebunan yang dioperasikan oleh Felda.
FGV mengeluarkan pernyataan pada akhir pekan yang menguraikan komitmennya terhadap hak asasi manusia, termasuk langkah-langkah yang diambil untuk memastikan para pekerjanya memiliki akses ke paspor dan gaji mereka.
“Meskipun ada kritik dan tuduhan terhadap FGV, kami akan melanjutkan upaya kami untuk memperkuat praktik kami untuk menghormati hak asasi manusia dan menegakkan standar ketenagakerjaan,” isi pernyatan FGV.
“Komitmen kami jelas. Kami bertekad untuk mencapai tujuan dan target yang telah kami tetapkan sebagai bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan,” lanjut FGV
Minyak sawit adalah minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia, memenuhi hampir setengah rak supermarket. Produksi melonjak secara global, dari 5 juta ton pada tahun 1999 menjadi 72 juta saat ini, menurut data Departemen Pertanian AS. AS sendiri telah melihat lonjakan permintaan 900 persen selama waktu yang sama.