Ini yang Membuat AS Mulai Memperhitungkan Serangan Siber dari Korea Utara
Abadikini.com, WHASINGTON – Amerika Serikat (AS) mulai memperhitungkan kapabilitas dan potensi serangan siber yang berasal dari Korea Utara (Korut). Segala aktivitas digital yang menimbulkan ancaman serius dan kerugian bagi AS dan sekutunya akan menjadi perhatian utama, terutama yang berasal dari negeri Kim Jong Un.
“Korut merupakan ancaman dunia maya yang signifikan bagi lembaga keuangan, tetap menjadi ancaman spionase dunia maya, ia mempertahankan kemampuan untuk melakukan serangan dunia maya yang mengganggu,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price dalam jumpa pers pada Rabu (17/2/2021).
Price mengatakan, peninjauan kebijakan AS atas Korut akan mempertimbangkan aktivitas jahat dan ancaman yang berasal dari negara tersebut.
“Tentu saja aktivitas dunia maya yang berbahaya adalah sesuatu yang juga kami evaluasi dan lihat dengan cermat,” ujarnya.
Belum lama ini AS menuduh Tiga programer Korut melakukan peretasan untuk mencuri uang senilai 1,3 miliar dolar AS dan cryptocurrency. Mereka adalah Jon Chang-hyok (31 tahun) Kim Il (27 tahun) dan Park Jin-hyok (36 tahun).
Ketiganya diketahui melakukan aktivitas pembobolan saat bekerja di dinas intelijen Korut.
Departemen Kehakiman AS mengatakan, para peretas bertanggung jawab atas berbagai aktivitas kriminal dan gangguan profil tinggi, termasuk serangan terhadap Sony Pictures Entertainment pada 2014. Itu merupakan balasan karena Sony Pictures memproduksi film “The Interview” yang menggambarkan pembunuhan pemimpin Korut.
Kelompok itu diduga menargetkan staf AMC Theatres dan membobol komputer milik Mammoth Screen, yaitu perusahaan film Inggris yang sedang mengerjakan serial drama tentang Korut.
Departemen Kehakiman AS juga menuduh ketiganya berpartisipasi dalam pembuatan ransomware WannaCry 2.0 yang menyerang Layanan Kesehatan Nasional Inggris ketika diluncurkan pada 2017.
Surat dakwaan menyatakan, para peretas turut membobol bank di Asia Selatan, Asia Tenggara, Meksiko, dan Afrika.
Mereka melakukan peretasan dengan menembus jaringan lembaga keuangan dan menyalahgunakan protokol SWIFT untuk mencuri uang.
Mereka juga diduga telah menyebarkan aplikasi jahat dari Maret 2018 hingga September 2020 untuk menargetkan pengguna mata uang kripto.