Prof Azyumardi : Dunia Pendidikan Rentan Terpapar Paham Intoleran, Radikalisme dan Terorisme
Abadikini.com, JAKARTA – Ayo Mengajar Indonesia menggelar dialog publik dalam program Ayo Bahas Vol.9 dengan tema “Tolerance, Yes! Radicalism, No! Cegah Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme di Dunia Pendidikan“, kegiatan tersebut digelar di Meeting Room, Favehotel Gatot Subroto Jakarta.
Dalam dialog tersebut membahas tentang bagaimana peran serta semua pihak, dari mulai guru, pemerintah, sampai lembaga masyarakat dalam menolak radikalisme dan menjadi toleransi di dalam dunia pendidikan.
Narasumber yang hadir yaitu Prof. Azyumardi Azra (Cendikiawan Islam), Brigjen Pol R. Ahmad Nurwahid (Direktur Pencegahan BNPT), Jejen Musfah (Wakil Sekjen PB PGRI), Iif Fikriyati Ihsani (Peneliti Setara Institute), dan Adi Raharjo (Direktur Ayo Mengajar Indonesia).
Dialog tersebut berjalan dengan konsep Hybrid secara online dan offline dengan cara dialog paralel serta tanya jawab antara narasumber dengan pesera.
Direktur Ayo Mengajar Indonesia, Adi Raharjo mengatakan bahwa, dalam kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyampaikan nilai-nilai toleransi. Karena di sekolah mengajarkan untuk membuat karakter dalam nilai-nilai yang baik, dan dimana kondisi intoleransi di dunia pendidikan, semoga kita semua dapat pencerahan dan menjadi perhatian bersama.
“Darahnya Indonesia itu adalah intoleransi, seperti sejarah yang ada, ini bukan sesuatu yang tumbuh tiba-tiba, tapi tumbuh secara perlahan dan dari pola-pola kecil, bahwa orang itu cenderung radikal, karena dalam keluarganya tidak memberikan ruang interaksi,” ucap Iif Fikriyati Ihsani. Sabtu, (24/4/2021).
Iif menambahkan, pola pendidikan saat ini semakin kesini semakin kehilangan ruhnya, karena hanya bergerak dalam wilayah kompetisi, bukan menumbuhkan nilai-nilai yang membangun toleransi.
Kita menemukan, intoleransi terjadi di perguruan tinggi, ketika meneliti 10 kampus, kami menemukan tingkat intoleransi cukup tinggi mencapai 20-30 %, Ketika penelitian di sekolah pun sama cukup tinggi tingkat inteloransi, dan bukan tumbuh tiba-tiba, tapi memang ada peningkatan dari zaman di sekolah sampai ke perguruan tinggi,” ujarnya.
Menurut Azyumardi Azra, dunia pendidikan kita ini selalu dibayang-bayangi oleh radikalisme, dan seolah-olah Indonesia itu jauh lebih buruk dari negara lain, karena jika dibombardir dengan isu radikalisme, maka kita sebagai bangsa akan merasa minder dengan negara lain, walau memang benar ada gejala radikalisme tapi jangan dilebih-lebihkan.
“Ayo Mengajar Indonesia harus membuat anak-anak peserta didik kita tidak kecut, harus mengajarkan pemahaman keagamaan yang moderasi, dan toleransi, serta pemerintah harus inisiatif, agar guru-guru diberikan pelatihan tentang pancasila dan nasionalisme, agar dalam pengajarannya bisa memberikan nilai-nilai toleransi. Dan saya mengapresiasi gerakan Yayasan Ayo Mengajar Indonesia ini, agar bisa menekankan perbaikan karakter,” terang Cendekiawan Islam tersebut.
Jejen Musfah menyampaikan bahwa, pendidikan untuk karakter itu melalui 3 cara, (modeling, kebiasaan, pengajaran), benar bahwa, Indonesia sudah baik toleransinya, namun bukan berarti kita mengabaikan pikiran intoleran.
“Pencegahan radikalisme, banyak dalam riset, bahwa, radikalisme itu benih-benihnya dari intoleransi, jika model pengajarannya inklusif atau kolaboratif atau pembelajaran aktif, saya rasa akan berkurang rasa intoleransi,” tutur Wasekjen PB PGRI itu.
Brigjen Pol Ahmad Nurwahid menyampaikan, bahwa radikalisme dan terorisme dalam segi agama yang kita bicarakan, yaitu ingin mengganti konstitusi negara menjadi khilafah, atau daulah islam.
Yang belum dilarang oleh negara yaitu ajaran yang radikalisme atau ajaran agama yang ingin merubah konsitusi negara menjadi negara islam. Namun undang-undang sudah bisa menangkap untuk mencegah dalam tidakan terorisme.
“Yang belum terpapar 87,8% radikalisme, namun rentan untuk terpapar, maka harus diajarkan spritualitas yang rahmatan lil alamin, dan juga jangan memfollow ustadz yang berfaham radikal, seperti ustadz yang berfaham salafi wahabi, dan juga jangan menggeneralkan salafi wahabi semua teroris ya,” beber Dir Pencegahan BNPT ini.
“Jangan biarkan intoleransi berkeliaran di masyarakat umum, pendidik, guru, ustadz apalagi memfitnah dan menjelakan satu sama lain, maka satu sama lain harus saling mengenal satu sama lain, satu sama lain harus menghargai, saling menyayangi, dan jangan biarkan intoleransi merajalela, karena intoleransi adalah embrio radikalisme dan terorisme,” jelas Brigjen Pol Ahmad Nurwahid.
Peserta yang hadir dari berbagai elemen masyarakat, mahasiswa, serta relawan Ayo Mengajar Indonesia, jumlah peserta yang hadir dalam offline ada 30 orang, hadir dalam online ada 300 orang.