Fakta Sejarah Tsunami Pernah Sapu Pesisir Pulau Jawa
Abadikini.com, JAKARTA – Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono menegaskan potensi gempa dengan kekuatan magnitudo besar dan menimbulkan tsunami tidak hanya di pesisir Jawa Timur.
“Di jalur tunjaman Sunda, Jawa Timur tidak sendirian dan bukan satu-satunya daerah rawan gempa dan tsunami,” tegas Daryono lewat cuitannya, Rabu (9/6/2021).
Daryono mengatakan potensi gempa besar yang bersumber di zona megathrust Sunda, hampir sama untuk semua wilayah baik Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, hingga Sumba, bukan Jatim saja.
Sementara itu, Daryono mengatakan dari catatan sejarah bahwa Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat adalah wilayah yang justru paling sering dilanda gempa besar.
“Catatan sejarah gempa besar Jawa akibat aktivitas subduksi lempeng membuktikan bahwa justru Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat adalah yang paling sering dilanda gempa besar,” paparnya.
Untuk itu Daryono meminta masyarakat tidak perlu panik terhadap model skenario terburuk adanya potensi gempa Magnitudo (M) 8,7 dan menyebabkan tsunami di pantai Jawa Timur hingga Selat Sunda.
“Gaduh tsunami Jatim, sebenarnya masyarakat tidak perlu panik karena model skenario terburuk itu dibuat untuk merancang mitigasi. Kapan terjadinya juga tidak ada yang tahu. Jadi respon mitigasi yang dinanti bukan kepanikan, potensi itu sama untuk semua wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Lombok hingga Sumba, bukan Jatim saja,” tegasnya.
Dilansir dari CNN Indonesia, Daryono menuturkan tsunami di selatan Jawa pada 3.000 BP terjadi di pesisir Lebak sampai Kulonprogo. LIPI diketahui menemukan jejak tsunami yang diduga terjadi sekitar 3.000 BP berdasarkan endapan paleotsunami di Lebak dan Kulonprogo.
BP adalah hitungan tahun yang biasa digunakan dengan menggunakan 1 Januari 1950 sebagai standar hitungan present (saat ini). Melansir Definition.net, angka 1950 dipakai sebagai standar karena pada saat itu pengukuran radiokarbon bisa diprediksi sekitar tahun 1950-an. Dengan demikian 3.000 BP sama dengan 1.050 sebelum Masehi.
Menurut Daryono, tsunami kedua berdasarkan studi LIPI tercatat pada 1.800 BP di Pangandaran-Kulonprogo. Lalu pada 400 BP terjadi di kawasan Lebak-Pangandaran-Cilacap-Pacitan.
Sayangnya, tidak ada informasi pasti berapa besar magnitudo gempa yang menyebabkan tiga peristiwa tsunami itu. Ketinggian tsunami saat itu juga tidak diketahui.
Lebih lanjut, Daryono menyampaikan tsunami keempat di selatan Jawa terjadi pada November 1818, tepatnya di Banyuwangi. Data BMKG menyebut kala itu terjadi gempa berkekuatan magnitudo 8,5 hingga menyebabkan tsunami setinggi 3,5 meter.
Kelima, tsunami di Pacitan akibat gempa magnitudo 7,5 pada 4 Januari 1840. Ketiggian tsunami saat itu tidak diketahui secara pasti. Namun, gempa kuat dirasakan di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Keenam, Daryono menyebut tsunami juga kembali terjadi di Pacitan pada tahun Oktober 1859. BMKG menyebut terjadi gempa kuat disertai tsunami hingga menyebabkan beberapa orang meninggal dunia.
Ketujuh, Daryono menyampaikan tsunami terjadi di Cilacap pada September 1904. Tidak diketahui secara pasti kekuatan gempa dan ketinggian tsunaminya. Namun, catatan pengamatan dalam Katalog Tsunami Indonesia Tahun 416-2018 menyebut saksi mata di wilayah pantai P. Jawa melihat air berwarna putih seperti susu. Fenomena ini berhenti sebelum pukul 23:00 akan tetapi terulang kembali 2 jam kemudian.
Delapan, Daryono berkata tsunami tercatat pada marigram di Pelabuhan Cilacap pada 11 September 1921. Tsunami itu dipicu oleh gempa di zona outerrise dengan magnitudo 7,5.
Sembilan, tsunami teramati terjadi di Purworejo pada tahun 1957. Katalog tsunami BMKG menyebut terjadi gempa berkekuatan magnitudo 5,5 dan tsunami setinggi 0,7 meter.
Selanjutnya, tercatat tsunami akibat gempa magnitudo 7,8 di selatan Jawa Timur pada 3 Juni 1994. Ketinggian tsunami dilaporkan mencapai 13,9 meter hingga menelan korban jiwa 250 orang meninggal. Pantai yang paling terdampak adalah Banyuwangi.
Terakhir adalah tsunami setinggi 3-8 meter di Pangandaran pada 17 Juni 2006. Tsunami dipicu oleh gempa berkekuatan magnitudo 7,7. Akibat kejadian itu, 664 orang dilaporkan meninggal dunia.