Mohammad Natsir Diantara Moral dan Politik
Sebagai pemikir, Mohammad Natsir memperlihatkan kejernihan dan ketajaman berfikir yang mempesona. Dengan bahasa yang teratur dan tersusun baik, pilihan kata yang tertib, sistematika berfikir yang rapi; siapapun akan mengakui juga bahwa ia adalah seorang pemikir yang cemerlang, betapapun mungkin perbedaan pandangan tidak selamanya bisa terelakkan.
Sebagai politikus dan pejuang politik, karirnya menunjukkan betapa tidak mudahnya ia terbebas dari dilema antara keharusan politik dengan tuntutan moral. Seketika ia memilih keharusan moral –memang ia tidak pernah bisa mempunyai pilihan lain– maka kemungkinan kekalahan dalam pertarungan politik pun telah menghadang.
Maka bisakah dielakkan sebuah pertanyaan yang menyesakkan dada?
Apakah perwujudan moralitas dalam pilihan politik adalah sesuatu yang sebaiknya dilupakan saja, ataukah sesuatu yang semestinya dihargai sebagai contoh dari perbuatan yang bisa memenuhi “kepuasan kultural bangsa”. Dan “pahlawan” secara teoritis adalah ia yang telah memberikan contoh perilaku yang sejalan dengan idealisme kultural yang dianut bangsa.
Pahlawan adalah ia –sebagaimana juga dikatakan oleh seorang pemikir– yang telah memberikan kepuasan kultur bagi bangsanya.
113 Tahun M. Natsir, 17 Juli 1908 & 23 Tahun Partai Bulan Bintang, 17 Juli 1998
Oleh: Taufik Abdullah
Sumber: “Natsir dalam Lintasan Sejarah Bangsa” dalam 100 Tahun Mohammad Natsir Berdamai dengan Sejarah, 2008