KH Mahrus Amin, Pesantern dan PBB
Mengenang KH Mahrus Amin mantan anggota Majlis Syuro PBB
Kyai Mahrus sendiri dalam PBB tidak sedemikian menonjol. Karena beliau selalu memposisikan dirinya bukan sebagai pimpinan utama, sebagai Ketua partai atau Majlis Syuro. Apalagi saat Prof Yusril yang menjadi Ketua Majlis Syuro, tentu yang menonjol adalah figurnya. Apalagi beliau sendiri orang yang tidak ingin menonjolkan diri. Beliau bersikap wara dan tawadlu, sebagaimana kyai pada umumnya. Karena itu di kalangan ummat Islam, termasuk wali santri pesantren yang dipimpin dan dikelolanya, tidak banyak mengenal dan mengetahui aktifitasnya di PBB. Apalagi dalam beberapa kalai Pemilu beliau tidak pernah mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI, apalagi ingin menjadi pejabat pemerintahan.
Tampaknya keberadaan Kyai Mahrus di PBB sejak pertama kali, semata mata dalam rangka pengabdian dan meneruskan perjuangan tokoh tokoh Masyumi. Apalagi kyai kyai pendiri Gontor adalah pendukung Masyumi. Karena itu ia tidak ingin mengabaikan peran para pendahulunya. Baginya yang penting keterlibatan dalam PBB dalam rangka meneruskan perjuangan para pendahulunya. Terlepas apakah ia jadi atau tidak sebagai anggota legislatif atau eksekutif, sebagaimana halnya kyai kyai NU yang aktif berpartai. Sebab baginya mengelola dan mengembangkan pesantren saja sudah bagian dari perjuangan tersendiri dan merasakan nikmatnya di dunia dan akhirat.
Namun demikian, sekecil apapun peran Kyai Mahrus dalam PBB, patutlah dihargai. Apalagi beliau terlibat dalam kepengurusan Majlis Syuronya. Kesediaan diri dan waktunya, mungkin juga hartanya, merupakan komitmen beliau yang sedemikian tinggi, sekalipun tidak mendapatkan apa apa dari partai. Namun perjuangannya dalam PBB tetap akan tercatat dalam tinta emas perjuangan politik Islam di Indonesia. Nilai inilah yang patut dipetik oleh generasi penerus PBB yang aktif saat ini. Keikhlasan dan pengorbatan para tokoh PBB yang sudah tiada, patut menjadi teladan sepanjang perjalanan partai hingga mencapai tujuannya.
Atas kepergian Kyai Mahrus, pada hari Sabtu, 7 Agustus 2021, maka tidak ada kata yang layak dan terbaik diucapkan selain dari pada do’a, “Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa afihi, wa fu’anhu…. Semoga Allah mengampuni dosa dosanya, memberikan rahmat padanya, berilah dia kesejahteraan, dan maafkanlah dia”. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan. Dan para santrinya dapat meneruskan cita cita dan perjuangannya, baik dalam bidang pendidikan Islam, maupun politik, khususnya PBB, dalam rangka menegakkan syari’at Islam”. (Rawadnok, 8.8.2021).
Oleh: Muhsin MK.