Menerawang Prospektus Amandemen

Dengan demikian, amandemen kelima yang mengubah masa jabatan presiden tiga periode dan atau penambahan masa jabatan tiga tahun dalam satu periode, hal ini sama dengan mengulangi perilaku kekuasaan yang dulu (zaman Orde Baru) dibenci. Atau secara sarkatik, bisa dikatakan, sesungguhnya rezim ini sedang mengcopy paste Orde Baru. Kekuasaan akhirnya harus diakui memang empuk, harus dipertahankan, meski titik akhirnya harus dikoreksi secara revolusif.

Sekali lagi, apakah pengundangan ketujuh parpol tersebut pasti akan menghasilkan format konstitusi baru yang melegalkan perpanjangan masa jabatan tiga periode bagi presiden-wakil presiden? Sangat diragukan. Dalam hal ini kita perlu mempertegas kepentingan pragmatis di antara ketujuh partai koalisi itu.

Yang pertama, PDIP (128 suara) dan Gerindra (78 suara). Kedua parpol pengusung yang bertotal 206 suara ini jelas-jelas telah menunjukkan keinginan politik praktisnya. Kedua parpol ini sama-sama menunjukkan tekadnya untuk mempersiapkan kadernya untuk memimpin negeri ini pasca Jokowi berakhir kekuasaannya. Hal ini dapat kita cermati jelas pada persiapan dan bahkan sosialisasi intensif-ekstensif untuk sebuah misi utama: menggadang kader terbaiknya sebagai presiden RI ke delapan.

Yang perlu kita garis-bawahi, dengan reaksi kontra PDIP-Gerindra, minimal, dari sisi persyaratan usulan sudah terkurang 206 suara. Andai Golkar, PPP, PKB, NasDem dan PAN tetap solid mendukung gerakan amandemen Pasal 7 itu, maka jumlah pengusul amandemen tinggal 265. Memang masih bisa mengajukan usulan perubahan. Tapi, untuk mendapatkan persetujuan hasil amandemen perlu menambah dukungan 209 saura. Salah satu opsinya hanya melirik DPD. Andai DPD totally support dan itupun suatu ketidakmungkinan, hal ini pun belum mencukupi ketentuan minimal.

Konfigurasi politik tersebut berpotensi mengubah peta politik koalisi. PKB sebagai analisis kedua, PKB yang demikian jelas telah menunjukkan ambisi politiknya untuk posisi RI-1, minimal RI-2, kian mempertegas politik mufarraqahnya (sayonara) dari koalisi pro Jokowi. Sementara, NasDem, meski lebih memilih kandidat yang prospekif untuk kemenangan Pilpres, semakin jelas juga tekad mufarraqah politiknya. Sinyalnya, seperti yang sering kita saksikan selama ini, lebih mengarah ke Gubernur DKI Jakarta sekarang.

Senada dengan NasDem, Golkar pun akan melirik peluang pilpres. Ketika dirasa kalah kompetitif untuk posisi calon presiden, partai besar kedua ini akan siap digandeng dengan capres lain. Sikap politik ini mempertegas politiknya: tidak akan mendukung gerakan amandemen yang berfokus pada perpanjangan masa jabatan presiden-wakil presiden.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker
planet128 cahaya128 planet128 turbo128 planet128 rawit128 cahaya128 rawit128 planet128 rawit128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 rawit128 planet128 rawit128 turbo128 planet128 rawit128 planet128 planet128 planet128 planet128 turbo128 rawit128 planet128 planet128 planet128 rawit128 turbo128 turbo128 planet128 rawit128 rawit128 planet128 turbo128 Slot mega888 slot slot gacor