Menerawang Prospektus Amandemen
Perubahan konfigurasi politik ini akan melinglungkan sikap politik PPP dan PAN. Kedua parpol yang sangat dipertanyakan capaian suaranya pada perhelatan pemilihan legislatif mendatang karena bayang-bayang ketidaksampaian mencapai ambang batas parlemen 4%, hal ini menjadikan kedua parpol lebih menunjukkan sikap politik “sendiko dawuh” (ikut saja apa kata the boss), sembari merapat ke figur capres potensial. Dan PPP, sedari awal, sudah menunjukkan sinyal ke mana arah politiknya. Intinya, siap merapat ke kandidat presiden yang berpotensi menang. Sangat pragmatis.
Dari analisis konfigurasi politik tersebut, prospektus amandemen terkait Pasal 7 UUD NRI 1945 sangat suram hasilnya. Muncul renungan, bagaimana jika rezim ini ngotot, lalu obral dana ribuan trilyun? Untuk PDIP dan Gerindra kemungkinan sangat kecil menerima politik kooptasi fulusiyyah. Keduanya, menanti lima tahun lagi pasca 2024 merupakan rentang waktu yang demikian lama. Sangat mungkin, kedua parpol itu berpikir usia.
Meski Puan Maharani relatif tergolong muda, tapi posisi dukungan total PDIP sangat tergatung pada keberadaan orangtuanya yang kini masih berstatus sebagai Ketua Umum PDIP. Sebuah pertanyaan mendasar, adakah jaminan Mba Mega masih ada dan cukup powerful untuk kendalikan partainya? Tak ada jaminan. Karena itu, now or never, adalah sikap politik yang jauh lebih realistis bagi kader PDIP.
Sementara, Gerindra dengan kader utama Prabowo yang sudah semakin sepuh menjadi semakin buram untuk menanti penantian kepemimpinan 2029. Karena itu, 2024 adalah masa penantian yang tak bisa ditawar dan tak boleh terlepas lagi. Karena itu, siraman ribuan trilyun rupiah, sangat boleh jadi, tidak membuat dirinya silau.