Toleransi Umat Beragama, 6 Tempat Ibadah di Surabaya Ini Saling Berdampingan
Abadikini.com, SURABAYA- Hidup rukun dan saling toleransi umat beragama selalu didambakan dalam kehidupan sosial. Bayangkan, tinggal dalam satu wilayah dengan perbedaan keyakinan, namun tetap harmonis dan saling gotong royong dengan tetangga. Adem banget.
Seperti kerukunan umat beragama di Royal Residence Wiyung, Surabaya yang bisa menjadi contoh toleransi antar umat beragama. Toleransi itu diwujudkan dengan 6 tempat ibadah berbeda yang berdiri saling berdampingan.
Ke-6 tempat ibadah tersebut sesuai dengan agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Enam rumah ibadah tersebut adalah Masjid Muhajirin, Vihara Budhayana, Kapel Santo Yustinus untuk umat Katolik, Klenteng Ba De Miao. Kemudian Pura Sakti Raden Wijaya, dan GKI Wiyung Royal Residence untuk umat Kristen.
Enam tempat ibadah di perumahan elit ini benar-benar berdampingan dan hanya berjarak sekitar 2 meter satu sama lainnya. Di masing-masing rumah ibadah tidak ada pembatas pagar. Bangunannya menyatu dengan gaya arsitektur masing-masing agama.
Sekretaris 2 Forum Komunikasi Antar Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence Surabaya, Danny Nobret mengatakan warga yang ada di perumahan ini ada di tengah keberagaman. Adanya rumah ibadah yang berdampingan ini justru meningkatkan toleransi.
“Kami sadar bahwa kami hadir di tengah keberagaman, baik suku, ras dan agama. Sehingga kami merasa nggak pa pa juga rumah ibadah dibuat berjajar. Bukan berarti menjadi satu agama, tapi justru menghargai,” kata Danny kepada detikcom, Selasa (21/9/2021).
Danny menambahkan pembangunan tempat ibadah ini dilakukan secara bertahap sejak 2018. Pembangunan 6 tempat ibadah ini merupakan miniatur indonesia dalam kerukunan antar umat agama.
“Inilah Indonesia, inilah miniatur Indonesia di dalam keberagaman. Di dalam kepercayaan yang beraneka ragam, kita bisa berdampingan, bisa beribadah, dan saling toleransi,” ujar Danny.
Setiap hari, enam tempat ibadah ini selalu digunakan dan tidak pernah sepi. Agar jam ibadah tidak berbenturan, para pengurus dan tokoh agama masing-masing memiliki jadwal sendiri untuk menggelar kegiatan keagamaan.
“Kerukunannya selama saya di sini tidak ada masalah. Kalau ada acara apa saling mengundang, saling menghadiri undangan,” kata Imam Masjid Muhajirin, Andi
Dengan berdirinya enam tempat ibadah secara berdampingan ini diharapkan bisa menjadi contoh di masyarakat bahwa toleransi antar umat agama bukanlah suatu keniscayaan.