Kepala BRIN Sebut Bandar Antariksa Butuh Kesiapan Lahan dan Investasi Modal
Abadikini.com, JAKARTA – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengatakan pembangunan bandar antariksa di Indonesia dapat dimulai jika kebutuhan lahan dan investasi modal terpenuhi.
“Kita akan bermitra dengan konsorsium swasta. Bandara ini nantinya bukan sekadar fasilitas negara untuk riset, tetapi juga untuk bisnis peluncuran satelit,” kata Handoko dalam keterangan tertulis, Minggu (26/9/2021).
Handoko menuturkan bandara antariksa merupakan pembangunan besar, sehingga membutuhkan investasi yang besar dan melibatkan konsorsium penanaman modal yang besar.
Handoko mengakui sudah ada beberapa konsorsium yang menyatakan minat. Namun, karena bersifat rahasia, sehingga tidak dapat disampaikan saat ini.
Jika lahan tersedia dan investor siap menanamkan modalnya untuk bandar antariksa itu, BRIN akan memulai dengan pembangunan roket pengorbit satelit.
Lebih lanjut, Kepala BRIN mengatakan posisi geografis Indonesia lebih menguntungkan untuk meluncurkan satelit, sehingga ada potensi penghematan bahan bakar, karena gravitasi di Indonesia lebih mendukung dan lebih menguntungkan daripada India.
Indonesia berharap memiliki kemandirian dalam meluncurkan satelit untuk komunikasi, surveilans, mitigasi perubahan iklim, maupun mitigasi bencana.
Handoko menuturkan selain Biak, Morotai juga menjadi salah satu alternatif lokasi untuk pembangunan bandara roket pengorbit satelit. “Biak bukan satu-satunya lokasi ideal, dan BRIN belum investasi apapun. Saat ini, BRIN masih melakukan evaluasi terhadap perencanaan awal. Kajian serupa juga sudah dilakukan di beberapa lokasi lainnya,” ujarnya.
Mengenai Space X yang dikabarkan pernah berkomunikasi dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang saat ini bernama Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORTN) BRIN, Kepala ORTN, Erna Sri Adiningsih menegaskan bahwa komunikasi yang pernah berlangsung dengan Space X bukan dalam konteks pembangunan antariksa.
“Space X saat itu membantu memetakan lokasi penerbangan penumpang komersial antarbenua dengan menggunakan roket agar lebih hemat energi dan waktu dibandingkan jika menggunakan pesawat,” tuturnya.
Erna mengatakan Lapan sudah melakukan studi fisibilitas pada lahan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di Biak.
Lokasi Biak diketahui sudah sesuai dalam hal teknis dan lingkungan secara fisik. Namun, luasan lahan harus diperluas karena belum memenuhi persyaratan minimum 1.000 hektare untuk kebutuhan yang lebih besar. Selain itu, ada aspek sosial budaya yang harus dipikirkan secara serius.
“Stasiun bumi di Biak sudah ada sejak lama sebelum BRIN terbentuk. Posisinya berbeda dengan lokasi yang diisukan akan dibangun bandara roket pengorbit satelit,” ujarnya.