Di Hadapan Para Raja dan Sultan, LaNyalla Paparkan Urgensi Amandemen ke-5
Namun, Senator asal Jawa Timur itu menilai naskah asli Undang-Undang Dasar memiliki kelemahan, salah satunya masa jabatan presiden yang tidak dibatasi. Tetapi ada sisi positif yang juga harus kita akui, terutama menyangkut arah kebijakan perekonomian nasional yang menempatkan koperasi sebagai soko guru melalui konsep Ekonomi Gotong Royong atau Ekonomi Pancasila, yang tercermin dengan kuat di pasal 33 UUD 1945 naskah asli tersebut.
“Selain itu, pemberian saluran yang seimbang antara kepentingan partai politik melalui anggota DPR dengan kepentingan unsur-unsur dari non-partai politik, melalui Utusan Daerah dan Utusan Golongan juga terjadi melalui forum MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara,” ungkapnya.
Di situlah,lanjutnya, kepentingan Kerajaan Nusantara diakomodasi dengan lebih jelas. Sehingga ibarat pemegang saham di perusahaan, maka forum MPR saat membahas GBHN, seperti halnya forum Rapat Umum Pemegang Saham di sebuah perusahaan.
Namun, tahun 1999 sistem tata negara Indonesia berubah. Hal itu ditandai dengan dilakukannya 4 tahap perubahan konstitusi yang berlangsung pada tahun 1999 hingga 2002.
Amandemen yang mengubah banyak pasal, dan melahirkan sistem tata negara baru itu juga diikuti dengan penghapusan beberapa Lembaga Negara, sekaligus melahirkan beberapa Lembaga Negara baru.
“Salah satunya lahirnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Sedangkan Utusan Daerah, Utusan Golongan dan Dewan Pertimbangan Agung dibubarkan. Bahkan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara berubah menjadi sejajar dengan Lembaga Negara lain. Termasuk, tidak lagi mengeluarkan produk hukum berupa TAP MPR,” papar LaNyalla.
Karena Presiden dipilih langsung melalui pemilu, dengan begitu, Presiden tidak lagi bertanggungjawab kepada MPR, tetapi langsung kepada rakyat. Bahkan MPR hanya menyaksikan pelantikan Presiden yang dilakukan Ketua Mahkamah Agung.
Perubahan dan penambahan pasal juga menyasar ke pasal 33 yang menentukan arah kebijakan perekonomian nasional, yaitu dengan penambahan 2 Ayat di Pasal 33 konstitusi.
“Sadar atau tidak, dengan penambahan 2 Ayat tersebut, dengan dalih efisiensi, maka cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, telah kita serahkan kepada mekanisme pasar,” ujarnya.