Di Hadapan Para Raja dan Sultan, LaNyalla Paparkan Urgensi Amandemen ke-5
Selain itu, lahir pula Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, di mana pencalonan Presiden dan Wakil Presiden harus memenuhi ambang batas atau Presidential Threshold. Sehingga, bangsa ini dalam dua kali Pilpres hanya mampu menampilkan dua pasang calon yang berhadap-hadapan.
Dampaknya, terjadi pembelahan politik dan polarisasi yang begitu kuat di akar rumput dan hal itu masih kita rasakan hingga detik ini.
“Sebuah fenomena yang sangat tidak produktif bagi perjalanan bangsa dan negara ini. Amandemen tahun 1999 hingga 2002 juga memberi ruang tunggal kepada partai politik untuk mengajukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden,” tutur dia.
Sementara DPD RI, yang juga dipilih melalui Pemilu, yang artinya memiliki bobot yang sama dengan partai politik belum mendapat peran dan fungsi yang seimbang. Padahal DPD RI adalah wakil daerah.
“Kamilah yang berangkat dari daerah dan mewakili kepentingan daerah dan seluruh stakeholder di daerah, termasuk mewakili Paduka Yang Mulia di Senayan,” ucap LaNyalla.
Oleh karena itu, LaNyalla menilai wacana amandemen ke-5 yang kini tengah bergulir harus menjadi momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa ini.
“Kita harus berani melakukan koreksi atas Sistem Tata Negara Indonesia, termasuk Sistem Ekonomi Negara ini. DPD RI akan sekuat tenaga memperjuangkan hal itu. Tentu DPD RI akan mendapatkan dorongan energi yang luar biasa bila Paduka Yang Mulia memberi dukungan kepada DPD RI untuk secara bersama menjadikan agenda amandemen konstitusi sebagai momentum yang sama, yaitu momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa,” demikian LaNyalla.