Pakar HTN Fahri Bachmid Sindir Pernyataan Rizal Fadillah
Sehingga secara teoritik hal tersebut sangat dibolehkan kalau bukan dikatakan dianjurkan. Artinya, ada implikasi yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan hukum terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi ketidakpastian hukum itu sendiri. Atau ketidakpastian peraturan perundang-undangan di masyarakat, yang lebih jauh lagi akan berakibat kepada kekacauan hukum rechtsverwarring itulah urgensi dan pentingnya dari lagal action ini sesungguhnya.
”Berangkat dari keadaan serta kebutuhan itu, maka idealnya pengaturan terhadap produk AD/ART partai politik harus diciptakan pranata pengujiannya oleh kekuasaan yudisial sesuai orientasi cita-cita negara hukum. Sebab, partai politik berkedudukan sebagai badan hukum publik sesuai putusan MK. Pasal 3 ayat (1) UU 2/2011 menyebutkan partai politik harus didaftarkan ke kementerian untuk menjadi badan hukum,” jelasnya.
Fahri Bachmid, menjelaskan, Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD/ART, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik (Permenkumham 34/2017) menyebutkan bahwa pendaftaran partai politik adalah pendaftaran pendirian dan pembentukan partai politik untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum partai politik.
Selanjutnya, Pasal 1 angka 2 Permenkumham 34/2017 kemudian menyebutkan Badan Hukum Partai Politik adalah subjek hukum berupa organisasi partai politik yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, eksistensi Parpol sebagai Badan Hukum Publik juga telah ditegaskan dalam putusan MK Nomor 60/PUU- XV/2017 dan Putusan Nomor 48/PUU- XVI/2018.
Di mana MK telah menerima permohonan sebagai pihak pemohon dan membenarkan kedudukan hukum (legal standing) pemohon sebagai badan hukum publik sesuai ketentuan Pasal 3 Peraturan MK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang Undang.
”Dengan demikian, judicial review atas legalitas suatu AD/ART partai sesungguhnya merupakan kontrol hukum terhadap proses politik, yaitu penyusunan AD/ART yang dilakukan oleh internal partai politik,” bebernya.
Dia menjelaskan, urgensi judicial review sebagai alat kontrol yudisial terhadap konsistensi norma atas produk hukum partai politik dalam bentuk AD/ART dengan UU sebagai peraturan yang lebih tinggi. Hal itu dalam rangka menegakkan aturan-aturan hukum, termasuk dan tidak terkecuali AD/ART partai politik, sehingga diperlukan adanya institusi serta instrumen kekuasaan kehakiman judicative power yang diselenggarakan oleh badan-badan peradilan negara.
”Tugas pokok badan peradilan adalah memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan oleh masyarakat pencari keadilan. Pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman adalah hakim,” terangnya.