Langkah Yusril Uji Materi AD/ART PD Disebut Timbulkan Kekacauan Hukum, Fahri Bachmid Tegas Membantah
Pada level ini, Fahri melanjutkan, semua pihak haruslah menerima “legal action” ini sebagai sebuah langkah dan keputusan yang bersifat terobosan “breakthrough” tentunya suatu terobosan yang cerdas dan tepat jika dilihat dari aspek ilmu hukum yang tentunya di lindungi oleh konstitusi, Menurut Fahri, perdebatan uji materi terhadap AD/ART Partai Demokrat ke MA idealnya jangan dicampuradukan secara politis, agar sebangun dengan spirit serta kehendak pencari keadilan itu sendiri, yang mana telah mengarahkan perselisihan ini ke koridor hukum, dan tidak membangun opini atas perselisihan itu menjadi isu politis atau perdebatan kusir dan liar yang tidak ada ilmunya.
“Sejak semula para pencari keadilan yaitu 4 kader Demokrat tu lebih memilih penyelesaian melalui mekanisme peradilan yang jauh lebih beradab daripada membangun perselisihan pada ruang-ruang publik atau yang tidak pada tempatnya,” tandas Fahri.
Fahri Bachmid mengatakan, Permohonan Pengujian Formiil atas prosedur pembentukan AD/ART Demokrat 2020; dan dan Pengujian Materiil atas muatan pasal-pasal yang termaktub dalam AD/ART 2020 yang telah disahkan oleh Menkumham bernomor Nomor: M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 adalah murni masalah yuridis yang tidak perlu ditafsirkan, atau sengaja membangun tafsir yang bercorak politis. Dengan demikian, sangatlah elok, jika segala berdebatan sedapat mungkin di orientasikan pada perdebatan yang jauh lebih akademik dan konstitusional dan bukan perdebatan kusir yang bersifat politis.
“Sesungguhnya isu hukum yang dikemukakan oleh Pemohon dalam Permohonan JR AD/ART ke MA ini adalah terkait dengan Perubahan AD ART Partai Demokrat Tahun 2015 menjadi AD ART Partai Demokrat Tahun 2020 yang secara formiil dibentuk dengan cara-cara yang tidak diketahui oleh peserta Kongres 2020 itu sendiri, yang di dalamnya ternyata terdapat perubahan-perubahan fundamental organ-organ partai, terutama kedudukan Majelis Tinggi Partai Demokrat, kedudukan Ketua Umum, mekanisme pelaksanaan kongres luar biasa, dan mekanisme penyelesaian sengketa internal Partai Demokrat,” kata Fahri Bachmid.
Dari perubahan-perubahan tersebut Majelis Tinggi dan Ketua Umum Partai Demokrat diberikan kewenangan yang sangat besar sehingga menggeser asas kedaulatan seluruh anggota. Dan Perubahan ini, menurut Fahri, telah menyebabkan Partai Demokrat bukan lagi sebuah partai demokratis, melainkan berpotensi menjadikanya sebagai sebuah partai yang oligarkis, feodal dan “Opresif” yang bertentangan dengan norma-norma konstitusi di dalam UUD NRI 1945 dan UU Parpol.
“Sehingga tepat, jika pihak-pihak yang berkepentingan telah harus mengeser perdebatan ini menjadi perdebatan yuridis yang lebih argumentatif akademis kedalam ruang persidangan, daripada membangun tafsir politis serta agitatif yang kering substansi,” paparnya.
Menurut Fahri, sesungguhnya, Permohonan JR AD/ART Demokrat era AHY ke MA tersebut merupakan suatu isu sekaligus permasalahan negara yang harus dipecahkan secara serius dan tuntas melalui suatu terobosan hukum dan keputusan yang lebih prospektif serta futuristik untuk perbaikan “kesisteman” partai politik di Indonesia kedepan, dalam bingkai prinsip negara hukum yang demokratis serta demokrasi konstitusional, oleh karena Partai Politik adalah “Properti Nasional” yang tentunya membutuhkan kesungguhan untuk didesain sedemikian rupa agar sejalan dengan kaidah-kaidah demokrasi konstitusional.