Film “Ngarot” dan Mitos Keperawan Gadis Indramayu
Tradisi Ngarot di Desa Lelea, Indramayu, Jawa Barat, sejatinya adalah upacara adat dalam menyambut musim garapan sawah. Pada upacara adat itu, pria dan wanita yang belum menikah dikumpulkan.
Lewat upacara itu para pria bujang diharapkan bisa berperan dan bekerja sama dalam memajukan pertanian, khususnya dalam hal mengolah padi di sawah. Sementara bagi para gadis, mereka bisa belajar bagaimana mengantarkan makanan ke sawah setelah para pria bekerja dan bercocok tanam.
Upacara Ngarot ini juga bertujuan agar para pria dan wanita dapat membina pergaulan sehat dengan cara saling mengenal, saling menjaga sikap dan perilaku sesuai dengan tuntunan agama dan adat budaya Sunda. Terkadang tradisi masyarakat agraris ini juga dijadikan ajang cari jodoh.
Sekelumit ulasan mengenai upacara Ngarot ini lalu divisualkan ke dalam sebuah film. Film “Ngarot” ini diputar saat Kabupaten Indramayu merayakan hari jadinya yang ke-494 pada 7 Oktober 2021 lalu.
Film yang sepenuhnya digarap putra-putri Indramayu itu juga melibatkan Bupati Nina Agustina sebagai salah satu pemainnya. Upacara Ngarot yang kemudian dijadikan film, menurut pelaku entrepreneur Indramayu sekaligus pemain, Jay Khresna katanya terselip sebuah mitos.
Mitos itu tentang terkuaknya keperawan seorang gadis setelah dia memakai hiasan kepala dari rangkaian bunga Kenanga dan Melati.
Penjelasan itu lalu digambarkan lewat alur film “Ngarot” yang disutradarai oleh Dedy Reang.
Dedy memberikan gambaran tentang mitos keperawanan itu kepada pemeran utama Cantika Mayang Utami yang berperan sebagai anak yang tak diizinkan menikah oleh orangtua karena pria pilihan hatinya bukan berasal dari keluarga berada.
Tanpa sepengetahuan orangtua, rupanya pemeran utama telah terenggut keperawanannya oleh sang kekasih yang tak disetujui tersebut.
Ketika upacara Ngarot akan dimulai, pemeran utama yang sudah tahu dengan kondisinya, enggan menggunakan hiasan bunga yang sudah disiapkan. Sementara orangtuanya tak mengetahui sama sekali.
Jelang detik-detik upacara Ngarot berlangsung, sang ibu secara kebetulan mendapatkan kelopak-kelopak bunga Kenanga dan Melati yang harus dipakai putrinya tampak layu. Dari situlah diketahui sang putri sudah tak perawan lagi.
Sang putri yang tahu dirinya tak perawan lagi, kemudian berusaha untuk mengakhiri hidup dengan cara menceburkan diri ke sungai. Tetapi usaha itu gagal karena kedua orangtuanya menggagalkan.
Sementara itu menurut Bupati Nina Agustina, film “Ngarot” sengaja diputar dihadapan masyarakat Indramayu saat perayaan hari jadi Indramayu dengan mengusung isu gender.
Berdasarkan laman Wikipedia, tradisi Ngarot digagas pada tahun 1686 oleh Kepala Desa Lelea pertama yang bernama Canggara Wirena.