BMKG: Kenaikan Suhu di Beberapa Kota di Indoneisa Bukanlah Akibat Gelombang Panas
Abadikini.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan beberapa wilayah di Indonesia yang mengalami suhu panas bukan akibat gelombang panas.
Sebelumnya beredar pesan berantai di media sosial dan whatsapp terkait suhu panas yang belakangan terjadi di wilayah Indonesia, lalu mengaitkan keadaan tersebut dengan fenomena gelombang panas.
Namun BMKG menjelaskan penyebab suhu panas yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia bukan disebabkan oleh gelombang panas. Melainkan imbas posisi Matahari yang pada Oktober tepat di atas sejumlah wilayah Indonesia serta pengaruh siklon tropis Kompasu.
“Berita yang beredar ini tentu tidak tepat dan tidak benar (hoax), karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas,” kata Plt. Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko lewat laman resmi BMKG.
Urip juga menjelaskan bahwa suhu maksimum yang meningkat di beberapa wilayah Indonesia dalam beberapa hari ke belakang bisa disebabkan oleh dua hal yaitu posisi Matahari tepat di atas sejumlah wilayah RI dan tutupan awan yang lebih sedikit pengaruh dari siklon tropis Kompasu.
Soal Matahari yang berada tepat di atas sejumlah wilayah Indonesia ini disebabkan oleh gerak semu tahunan Matahari. Sebab, pada September hingga April, posisi semu Matahari tengah dalam perjalannya menuju posisi 23 lintang selatan. Hal ini menyebabkan musim dingin di belahan Bumi utara dan musim panas di belahan Bumi selatan. Sementara di Indonesia pergerakan ini menyebabkan musim hujan.
“Setelah meninggalkan ekuator. Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi 2 kali yaitu di bulan September/Oktober dan Februari/Maret, sehingga puncak suhu maksimum terasa di wilayah Jawa hingga NTT terjadi di seputar bulan-bulan tersebut,” kata Urip menjelaskan..
Selain itu, cuaca yang lebih cerah beberapa hari ke belakang juga turut berkontribusi membuat suhu menjadi lebih panas.
“Cuaca cerah menyebabkan penyinaran langsung sinar matahari ke permukaan lebih optimal sehingga terjadi pemanasan suhu permukaan. Kondisi tersebut berkaitan dengan adanya Siklon Tropis Kompasu di Laut Cina Selatan bagian Utara,” tambah Urip
Siklon tropis ini yang menarik masa udara dan pertumbuhan awan-awan hujan serta membuatnya menjauhi wilayah Indonesia sehingga cuaca di wilayah Jawa cenderung menjadi lebih cerah – berawan dalam beberapa hari terakhir.
Berdasarkan aktivitas Matahari dan siklon tropis tersebut tercatat beberapa kota mencatatkan suhu harian yang sangat tinggi bahkan mencapai lebih dari 38 derajat Celcius.
Lebih lanjut, Urip menjelaskan peristiwa gelombang panas terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi.
Kemudian sebuah fenomena gelombang panas terjadi jika periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO) disertai oleh kelembapan udara yang tinggi.
Selanjutnya untuk dianggap mengalami fenomena gelombang panas, suatu wilayah harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, dan setidaknya berlangsung dalam rentang lima hari berturut-turut. Namun apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dapat dikatakan sebagai gelombang panas.