Tentara Israel Gunakan Teknologi Pengenalan Wajah Untuk Tangkap Warga Palestina
Abadikini.com, JAKARTA – Seorang mantan tentara Israel mengungkapkan, sejatinya militer zionis memanfaatkan sistem pemindai wajah untuk melacak warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel,
Menurut sebuah laporan baru oleh The Washington Post. Mantan tentara Israel tersebut mengatakan, mereka memakai teknologi smartphone yang disebut “Blue Wolf,” yang mengambil foto orang Palestina dan menyimpannya dalam database skala besar.
Setelah gambar diambil, Blue Wolf mencocokkan gambar itu dengan seseorang di databasenya. Kemudian smartphone tentara itu akan memancarkan warna tertentu yang menandakan jika orang itu harus ditangkap, ditahan, atau dibiarkan tidak terganggu.
The Post mencatat bahwa tentara Israel telah mengisi database dengan ribuan gambar orang Palestina selama dua tahun terakhir. Bahkan Israel mengadakan “kompetisi” yang memberi penghargaan kepada tentara karena mengambil foto orang paling banyak. “Basis itu data pada dasarnya seperti Facebook untuk Palestina,” kata seorang mantan tentara kepada Post, seperti dikutip The Verge, Selasa (9/11/2021).
Militer Israel juga telah memasang kamera di seluruh kota Hebron yang memindai wajah warga Palestina dan mengidentifikasi mereka untuk tentara di pos pemeriksaan. Sementara itu, serangkaian kamera CCTV, yang beberapa di antaranya mengarah ke rumah-rumah penduduk, menyediakan pemantauan langsung.
Menurut Post, mantan tentara diberitahu oleh militer bahwa sistem pengawasan diberlakukan untuk mencegah terorisme. Either way, sistem Israel membawa pengenalan wajah ke ekstrem dystopian. Dalam konteks tindakan keamanan yang ekstrim, mantan tentara Israel yang berbicara kepada Post menemukan sistem pengenalan wajah itu teknologi yang mengkhawatirkan.
“Saya tidak akan merasa nyaman jika mereka menggunakannya di mal,” kata seorang mantan tentara kepada Post.
Ada sejumlah sistem serupa yang diterapkan di negara lain, dan semuanya kontroversial. China mengembangkan sistem pengenalan wajah serupa untuk memantau populasi minoritas Uyghur, meskipun tidak jelas seberapa luas sistem itu digunakan.