PMPN Usul Ke LaNyalla Minta Kapal Hibah Pemerintah Sesuai Kearifan Lokal
Abadikini.com, SURABAYA – Perkumpulan Masyarakat Peduli Nelayan (PMPN) meminta bantuan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, agar kapal hibah dari pemerintah sesuai kebutuhan nelayan.
Sejauh ini, bantuan kapal bagi nelayan, khususnya di Jawa Timur, tidak sesuai keinginan para nelayan. Sehingga, kapal-kapal itu tidak bermanfaat alias mangkrak.
Aspirasi itu disampaikan Ketua PMPN Oki Lukito dan Sekretaris PMPN Kamil Annajib saat bertemu dengan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang sedang reses di Jawa Timur, Rabu (21/12/2021).
“Selama ini bantuan kapal dari pemerintah itu bersifat top down. Nah keinginan kami adalah bottom up. Bantuan kapal itu disesuaikan dengan usulan dari nelayan. Sesuai kearifan lokal masing-masing daerah,” kata Kamil.
Dijelaskannya, bantuan kapal nelayan untuk saat ini berupa kapal fiberglass dengan mesin besar. Padahal masih banyak nelayan yang ingin kapal bantuan berupa kapal kayu dengan mesin antara 10 hingga 50 PK.
“Antara wilayah yang satu dengan yang lain itu berbeda. Makanya hibah kapal ini agar tepat sasaran perlu memahami kemauan nelayan. Kapal seperti apa yang sangat tepat dengan mereka yang akan memakainya,” ucap Kamil lagi.
Ia mencontohkan, untuk wilayah Bangkalan nelayan mengusulkan kapal kayu jati ukuran 7 GT dengan mesin 30 PK. Sementara kalau Banyuwangi bisa memakai kapal fiberglass dan kapal kayu.
“Poinnya adalah agar hibah kapal bermanfaat dan berdaya guna untuk masyarakat. Kalau akhirnya tidak dipakai kan sia-sia, artinya yang rugi bukan saja penerima bantuan tetapi juga pemerintah,” ujar dia lagi.
Sementara Oki Lukito berharap pemerintah memberi perhatian nasib nelayan di Jatim. Terutama saat terjadi paceklik ikan yang biasanya berlangsung selama 5 bulan.
“Waktu efektif para nelayan melaut itu sekitar 7 bulan. Karena 2 bulan musim angin barat dan 3 bulan musim angin timur. Itu nelayan tidak bisa melaut,” kata Oki.
Selama waktu itu, banyak nelayan yang akhirnya ganti profesi. Menjadi buruh serabutan atau kerja bangunan di kota lain untuk menyambung hidup.
“Saat kondisi seperti itu, kami berharap pemerintah memberikan solusi agar para nelayan ini tetap mendapatkan penghasilan, namun ruhnya sesuai lingkungan mereka di pesisir dan laut,” lanjut Oki.
PMPN mengusulkan supaya pemerintah mengembangkan budidaya ikan di laut, kerang, rumput laut, karamba dan sejenisnya untuk mereka.
“Jadi penghidupan mereka masih berkorelasi dengan laut, sesuai hati para nelayan ini,” ungkapnya.
Di Jatim, menurutnya, ada sekitar 400 ribu nelayan yang tersebar di 22 kabupaten kota dengan tingkat kesejahteraan masih di bawah rata-rata. Dimana dari setiap melaut dengan waktu minimal 2 hari, satu nelayan hanya mendapatkan Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
Karena saat pembagian hasil, sepertiga hasil tangkapan merupakan jatah pemilik kapal, sepertiga untuk nahkoda dan juru mesin dan sisanya untuk nelayan.
“Kondisi tersebut kontras dengan langkah Pemprov Jatim yang melakukan pembangunan pelabuhan ikan besar di beberapa lokasi dengan investasi besar juga.
“Harusnya yang lebih diutamakan adalah kesejahteraan nelayan dengan memberikan program yang jelas. Pelabuhan mewah itu tidak urgent, bukan kebutuhan utama nelayan. Yang paling penting adalah pelabuhan ikan dengan fasilitas lelangnya karena bisa meningkatkan harga jual ikan hasil tangkap,” jelas dia.
Ketua DPD RI mengatakan keluhan itu akan disampaikan kepada pihak terkait. Pada intinya, DPD RI akan meneruskan aspirasi daerah sehingga mendapatkan perhatian dari stakeholder.
“Kami usahakan usulan tersebut sampai ke Pemprov atau Kementerian terkait. Semoga segera ditindaklanjuti sesuai harapan masyarakat nelayan,” ucapnya.