Tegas, Ketua DPD RI: Kita Tak Ingin Hak Petani Terhadap Pupuk Subsidi Dirampas
Abadikini.com, JAKARTA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengingatkan pentingnya sistem pengawasan dalam pendistribusian pupuk subsidi, baik disalurkan melalui distributor maupun kios resmi.
Dengan begitu, kemungkinan penyelewengan distribusi pupuk subsidi bisa dikendalikan.
“Kita tak ingin hak petani terhadap pupuk subsidi dirampas. Maka, yang perlu diperkuat adalah mekanisme pengawasan secara ketat, berjenjang dan terikat,” kata LaNyalla, Jumat (28/1/2022).
Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, tanpa pengawasan, pelanggaran sangat mungkin terjadi, terutama mengenai harga penjualan di tingkat petani. Hal ini tentu saja merugikan petani. Pemerintah telah memberikan subsidi pupuk tetapi petani menjadi pihak yang dirugikan alias tak menikmati kehadiran pemerintah.
Dikatakannya, meski proses pencatatan kebutuhan pupuk di kalangan petani sudah terekam secara elektronik melalui E-RDKK, namun yang menjadi kendala adalah distribusi di lapangan. Dalam konteks pendistribusian belum ada mekanisme pengawasan yang terukur, sehingga penyelewengan kerap kali terjadi.
“Saya kira perlu ada satuan tugas khusus mengenai distribusi pupuk subsidi ini. Kita ketahui bersama, pupuk subsidi ini menyangkut hajat hidup petani dan berkaitan erat dengan pemenuhan pangan secara nasional. Artinya, persoalan pupuk subsidi ini sangat vital,” tegas LaNyalla.
Untuk itu, butuh perhatian khusus mengenai distribusi pupuk subsidi ini agar tak lagi mudah diselewengkan. LaNyalla pun mendukung langkah konkret PT Pupuk Indonesia yang akan memberikan tindakan tegas bagi para pelanggar.
“Terkait dengan sanksi tegas, publik harus benar-benar tahu informasi ini agar mereka konsisten dalam mekanisme penyaluran pupuk subsidi kepada para petani,” pinta LaNyalla.
Sebagaimana diketahui, PT Pupuk Indonesia (Persero) siap menindak tegas distributor dan kios resmi yang terbukti melakukan pelanggaran atau penyimpangan terkait dengan penyaluran pupuk bersubsidi.
Pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud antara lain, menjual di atas harga eceran tertinggi (HET), menjual kepada petani di luar E-RDKK, menjual secara paketan, dan lain sebagainya.