Direktur YLBH Gelora Indonesia Angkat Bicara Soal Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Polri di Desa Wadas
Abadikini.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Yayasan Advokasi Hukum (YLBH) Gelora Indonesia Ahmad Hafiz menilai Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus penangkapan puluhan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
“Desa Wadas menjadi terkenal bukan karena alamnya, tetapi karena adanya masalah penolakan sebagian warga atas penambangan andesit di desanya yang berujung penangkapan puluhan warga oleh pihak kepolisian 8-10 Februari lalu,” kata Ahmad Hafiz, dalam keterangannya yang diterima redaksi Abadikini.com, Jumat (18/2/2022).
Hafiz berujar, polisi yang ditugaskan turut melanggar UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia serta KUHAP.
Adapun dugaan pelanggaran HAM di Desa Wadas antara lain adalah Hak setiap orang untuk hidup, mempertahankan hidup serta kehidupannya.
Kemudian, Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, Hak untuk tidak disiksa, Hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Lalu, Hak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Selanjutnya, Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Selain itu Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia, disamping Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan tidak boleh diambil sewenang-wenang.
“Dan Hak untuk tidak ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang,” ungkap Hafiz.
Akibatnya, tindakan aparat kepolisian tersebut, menjadi sorotan masyarakat Indonesia dan luar, karena dinilai melakukan kekerasan dengan memukul, dan menarik paksa warga serta menerobos masuk ke rumah warga tanpa izin.
lanjut Hafiz pihaknya juga menyikapi perizinan usaha tambang andesit yang akan dilakukan oleh perusahaan.
“Pemerintah pusat dan daerah harus membuka secara transparan soal penerbitan prosedur dan izin dari perusahaan ini karena rupanya ada penolakan dari warga desa Wadas sendiri,” tandasnya.
Hafiz menegaskan, berdasarkan hasil penelusuran YLBH Gelora Indonesia menunjukan, bahwa desa Wadas tidak masuk dalam Wilayah Pertambangan (WP).
“Sehingga dapat dipastikan penambangan tersebut ilegal, karena daerah yang bukan WP tidak dapat diterbitkan IUPK atau IUP atau IPR,” tegas Hafiz.
Karena itu, YLBH Gelora Indonesia mempertanyakan pengukuran tanah oleh BPN yang melibatkan ratusan aparat kepolisian diduga tidak mungkin bertindak hanya atas permintaan pihak BPN semata.
“Apa mungkin hanya BPN atau Pemda semata yang minta bantuan kepolisian untuk pengamanan?. Tidak menutup kemungkinan ada kepentingan perusahaan atau swasta dibelakang ini,” katanya balik bertanya.
YLBH Gelora Indonesia berharap dan meminta kedepannya pihak kepolisian tidak berlebihan dalam pengamanan ke warga masyarakat dimana saja, apalagi jika masyarakat berhadapan dengan perusahaan atau korporasi.
“Slogan Presisi Kapolri harus dilaksanakan semua level. Utamakan tindakan yang terukur dan humanis jika berhadapan dengan masyarakat,” pungkasnya.
Seperti diketahui, pada Selasa (8/2/2022) lalu, ratusan aparat gabungan TNI dan Polri mengepung Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dengan senjata lengkap.
Tak lama kemudian terjadi bentrok puluhan warga pun ditangkap oleh aparat dan digelandang ke Polres Purworejo. Ada 64 warga yang ditangkap aparat dalam peristiwa itu. Beberapa warga yang ditangkap mengalami tindakan kekerasan dari aparat.