Woalah! MA Motong Hukuman Brigjen Pol Prasetijo Kasus Surat Palsu Penyidikan Djoko Tjandra
Abadikini.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjadi 2,5 tahun dari sebelumnya 3 tahun.
“Menyatakan terpidana Prasetijo Utomo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua; menjatuhkan pidana kepada terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan,” kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, di Jakarta, Senin (25/4/2022).
Putusan itu diambil oleh Majelis Hakim Peninjauan Kembali (PK) MA yang terdiri atas Eddy Army selaku ketua majelis dan Dwiarso Budi Santiarto serta Jupriyadi masing-masing sebagai anggota, pada 12 April 2022.
MA juga Menyatakan terpidana Prasetijo Utomo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu menyuruh melakukan pemalsuan surat secara berlanjut.
“Dan setelah melakukan kejahatan dengan maksud untuk menutupinya, menghancurkan benda-benda dengan mana tindak pidana dilakukan secara bersama-sama,” ujar Andi Samsan sebagaimana dikutip Antara.
Sebagaimana diketahui, Prasetijo merupakan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri yang tersangkut perkara surat palsu penyidikan kasus Djoko Tjandra.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 22 Desember 2020 menyatakan Prasetijo terbukti dakwaan ke satu primair, kedua dan ketiga, sehingga divonis pidana penjara selama 3 tahun.
Dengan demikian, putusan PK tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang meminta agar Prasetijo Utomo divonis 2,5 tahun penjara dan terbukti dakwaan ke satu primair, kedua, dan ketiga.
Sedangkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 3 Maret 2021 menyatakan menguatkan putusan PN Jakarta Timur.
Dalam putusan PK, Prasetijo terbukti melakukan dakwaan ke satu primair Pasal 263 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang menyuruh melakukan pemalsuan surat secara berlanjut, dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu melakukan kejahatan dengan maksud untuk menutupinya, menghancurkan benda-benda dengan tindak pidana dilakukan secara bersama-sama.
Namun, Prasetijo tidak terbukti melakukan dakwaan kedua dari Pasal 263 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP yang mengatur soal membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri secara berlanjut.
Selain perkara surat palsu, Prasetijo Utomo juga masih menjalani vonis 3,5 tahun penjara dalam perkara tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap senilai 100 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Terkait perkara tersebut, sejumlah pihak telah dijatuhi vonis. Djoko Tjandra divonis 3,5 tahun penjara berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta (untuk perkara pemberian suap), 2,5 tahun penjara untuk kasus surat palsu, dan hukuman 2 tahun penjara dalam kasus korupsi cessie Bank Bali.
Selanjutnya ada jaksa Pinangki Sirna Malasari yang divonis 4 tahun penjara berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta dari tadinya 10 tahun penjara dalam perkara korupsi dan pencucian uang; mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte divonis 4 tahun penjara karena menerima suap dari Djoko Tjandra; pengusaha Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara karena membantu Djoko Tjandra, pihak swasta Andi Irfan Jaya divonis 6 tahun penjara karena membantu jaksa Pinangki, serta advokat Anita Kolopaking divonis 2,5 tahun penjara karena membantu Djoko Tjandra.