Sekjen PDIP Bongkar Kecurangan Pemilu 2009 Era SBY
Abadikini.com, JAKARTA – Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, menanggapi pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal dugaan adanya kecurangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Hasto menilai, kecurangan pemilu justru muncul pada tahun 2009 silam, saat SBY menjabat sebagai Presiden.
Dia menegaskan, apabila ingin menemukan kecurangan pada Pemilu 2009, maka hanya perlu membongkar kasus Century. Khususnya terkait aliran dana yang diduga dipakai untuk kemenangan SBY.
“Ingat bagaimana pembobolan Century, kalau ingin membongkar kecurangan pemilu, ungkap saja kasus Century, khususnya aliran dana talangan untuk kemenangan SBY,” ujar Hasto.
Selain itu, kata Hasto, pada Pemilu 2009 juga ada dugaan kecurangan terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sulawesi Barat hingga NTB.
Hasto mengatakan, program bantuan pemerintahan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin) zaman SBY juga dimanfaatkan untuk mendongkrak elektoral. Salah satu buktinya, suara Demokrat bisa naik mencapai 300 persen pada pemilu kedua.
“Belanja iklan Demokrat itu juga sangat banyak, di daerah saya di dapil bahkan dulu kita hitung. Menurut AC Nielsen iklan Demokrat mencapai 15,5 miliar per bulan,” kata dia.
Menurut Hasto, strategi kemenangan Demokrat saat itu adalah dengan memadukan cara pemenangan politik model Amerika, Thailand, dan Afrika yang dirasionalisasikan melalui berbagai politik citra dan bandwagon effect.
“Dalil tim SBY saat itu kan, kemenangan dapat diperoleh sejauh seluruh persyaratan terpenuhi, termasuk penggunaan instrumen negara untuk menang. Ini yang harus dilihat pada tahun 2009, saat itu kami bersama Gerindra yang juga datang ke KPU mempersoalkan hal-hal tersebut,” kata Hasto.
Hasto lalu memaparkan beberapa faktor yang terjadi di lapangan pada saat itu. Menurut dia, Demokrat meniru strategi Thaksin di Thailand, dengan menggelontorkan 2 miliar dolar Amerika dana untuk kepentingan elektoral dari Juli 2008 hingga Februari 2009.
“Sehingga menurut Marcus Mietzner, elektoral Demokrat dan Pak SBY terjadi skyrocketing. Ini kajian akademis,” ujar dia.
Kemudian, dia juga membahas soal sistem pemilu tanpa nomor urut yang disertai bandwagon effect melalui survei dan pencitraan. Ada pula penggunaan instrumen negara.
“Ini kan model Amerika. Penyusupan agen partai ke KPU, oknum aparatur negara, ini model Afrika. Buktinya kan seperti Pak Anas Urbaningrum, Ibu Andi Nurpati yang kemudian direkrut ke Partai Demokrat,” kata Hasto.
“Kemudian, manipulasi daftar pemilih, itu luar biasa, ini juga zaman Pak SBY. Di zaman Pak Harto saja, tak pernah melakukan manipulasi DPT. Ini DPT dimanipulasi secara masif. Belanja iklan juga, ini duitnya dari mana?” tambah dia.
Hasto juga menyayangkan pernyataan SBY di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat yang justru membuat gaduh dengan menyatakan adanya kecurangan dalam Pemilu 2024 mendatang.
Padahal seharusnya, rapimnas merupakan kegiatan partai yang digelar secara serius dengan mengendapkan politik kebenaran.
“Saya perlu menanggapi ini karena yang disampaikan Pak SBY dilakukan pada forum resmi Rapimnas Demokrat. Bagi kami rapat pimpinan suatu partai harus didasarkan pada politik kebenaran bukan fitnah atau info yang tidak tepat,” ujar dia.
Hasto menegaskan, kecurangan itu merupakan tuduhan yang sangat berbahaya. Menurut dia, seharusnya rapimnas Demokrat digelar dengan serius, bukan menyampaikan pernyataan yang membuat gaduh.
“Saya anggap rapimnas sangat serius, seharusnya menyampaikan politik kebenaran, bukan tuduhan-tuduhan,” ujar Hasto.
Hasto menilai, asumsi SBY tersebut tidak berdasar dan hanya berupa kekhawatiran Demokrat dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang.
Terlebih, maju atau tidaknya capres dan cawapres bergantung pada syarat dukungan partai yang memenuhi syarat 25 persen suara dan 20 kursi DPR.
“Atau sebenarnya suatu kekhawatiran yang sangat berbahaya, yang menggunakan satu instrumen yang bisa tidaknya maju calon Demokrat,” kata dia.