Maklumat!
Oleh: Jurhum Lantong, Sekretaris Majelis Syuro DPP PBB
Assalamu’alaikum, wr, wb
Jalan politik yang kita tempuh tidaklah mudah. Sebab dalam Perjuangan politik sering kali kita di hadapkan pada situasi dan pilihan-pilihan pelik. Tapi sesulit apapun tantangan yang kita hadapi, semua itu harus kita lewati dengan penuh semangat, pengorbanan dan keyakinan.
Nilai-nilai perjuangan politik Islam telah banyak mengajarkan kita arti penting dari prinsip ‘mujahadah’ atau kesungguhan untuk menggapai suatu tujuan atau perubahan mulia. Islam juga mengajarkan kita prinsip ‘musyarakah’ atau kerjasama antara para pihak, baik kerjasama ekonomi, maupun politik untuk mencapai suatu kesepakatan atau juga disebut ‘kalimatunshawa’ demi tujuan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia atau juga disebut rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta.
Di ruang publik, dimana lalu lintas kepentingan dan nilai saling bertukar tangkap dalam lepas itu, selalu ada celah ruang negosiasi. Sebuah ruang yang memungkinkan kita menjalin kerjasama politik. Sejauh kita semua bisa mengelola dengan baik berbagai anasir kepentingan terutama dalam ihtiar kita membangun kerjasama politik dengan elemen yang berbeda, maka akan terbentang kesempatan untuk bekerjasama dengan siapa pun atau kelompok manapun.
Ruang kerjasama itu bisa kita bangun, sejauh kita mampu menempatkan diri, memahami posisi, kekuatan dan daya tawar yang kita miliki. Besar kecil kekuatan dalam politik, dalam proses komunikasi dan negosiasi itu akan menjadi relatif, sejauh ditopang oleh ide dan gagasan yang mampu membentangkan harapan masa depan.
Jika semangat dasar itu kita kobarkan, rasanya akan selalu terbuka jalan untuk kita sama-sama menentukan pilihan dan kesepakatan.
Dalam prosesi negosiasi dan kompromi kita akan dihadapkan pada situasi berikut ini:
Pertama, jika secara politik posisi tawar kita kuat, maka dalam kerjasama politik itu, kita bisa dengan mudah mengatur calon mitra koalisi kita bahkan kita bisa mengendalikan mitra kita sejauh dengan ukuran-ukuran rasional, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kesamaan hak dan kewajiban, atau dikenal sebagai almusawa’tu baina’ annasi’ fi’ takalifi wal ahkam, prinsip kesetaraan hak dan kewajiban di muka hukum.
Kedua, jika posisi kekuatan politik kita imbang atau setara dengan calon mitra politik kita. Maka langkah bijak untuk saling berbagi kekuasaan dan peran itu akan disesuaikan dengan posisi dan kekuataan. Kesesuain pembagian peran dan kekuasaan secara berimbang itu harus ditopang oleh sikap saling percaya sehingga tumbuh suasana kerjasama yang nyaman tanpa ada satu pihak yang merasa ditekan.
Ketiga, lalu bagaimana jika posisi kita faktanya memang lemah secara politik atau daya tawar kita tak seimbang? Nah, pada posisi inilah kita harus punya kesanggupan untuk ‘mengalah’. Mengalah bukan berarti kita ‘menjual’ idealisme, justru dengan cara itu kita berusaha ‘merendah’ dalam pengertian positif yakni mau menerima keputusan atau ketentuan calon mitra politik kita. Sejauh semua sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.
Jika kerjasama itu terbuka lebar, dalam posisi ‘mengalah’ itu kita punya kesempatan berbenah, dengan tetap menunjukan komitmen kerja yang tinggi. Sebab dengan komitmen, loyalitas, kerja politik yang tinggi didukung oleh kelapangan sikap. Maka secara dialektis yang dominan akan mudah dipengaruhi, bahkan bergantung pada sikap dan loyalitas kerja yang kita tunjukan sebagai kelompok dengan kekuatan kecil tadi.
Strategi ini bahkan pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW saat posisi politiknya masih belum dominan di Madinah. Tapi perlahan kelompok kecil itu bisa memengaruhi bahkan bisa membentangkan sayapnya hingga pengaruhnya melampaui batas teritori.
Wallahu; a’lam bishawab