Pemkot Tidore Mengikuti Sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana secara Daring
Abadikini.com, TIDORE – Staf Ahli Walikota Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan Marjan Djumati didampingi Kepala Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Kota Tidore Kepulauan Bonita S. Manggis serta Para Perwakilan Forkopimda Kota Tidore Kepulauan, mengikuti Sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara daring melalui zoom meeting di Ruang Rapat Walikota, Senin (30/1/2023).
Kegiatan sosialisasi ini atas kerjasama antara Fakultas Hukum Universitas Khairun bersama Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) berlangsung di Gamalama Ballroom Hotel Sahid Bela Ternate, dan diikuti oleh seluruh Forkopimda Kabupaten/Kota se Provinsi Maluku Utara secara daring maupun luring.
Hadir sebagai narasumber dalam sosialisasi ini, Pakar Hukum Pidana Universtas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, Plt Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Dr. Dhahana Putra, dan Ketua Senat Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Dr. Surastini Fitriasih,l.
Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, menjelaskan, satu keunggulan dari KUHP baru adalah hanya ada dua buku, yaitu buku satu ketentuan umum, dan buku dua tindak pidana. Seperti diketahui, KUHP baru ini masih dalam masa transisi selama tiga tahun semenjak disahkan dan akan mulai berlaku pada 2025 mendatang.
“KUHP kita sekarang itu hanya ada 2 buku, kalau di dalam WvS ada 3. Ketentuan umum Buku pertama, buku kedua tentang kejahatan, buku ketiga pelanggaran, nah kenapa kok hanya dibedakan menjadi 2 saja. Yaitu satu ketentuan umum dan tindak pidana. Karena perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran itu di dalam konteks penegakan hukum dipandang tidak terlalu urgen,” Tutur Prof Marcus.
Menurutnya, selama tiga tahun sosialisasi sebelum KUHP yang baru diterapkan, reaksi itu akan terus ada sampai nantinya diterapkan akan ada pula reaksi masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa terdapat perbedaan dalam KUHP baru dengan KUHP yang digunakan saat ini. Dibandingkan dengan KUHP buatan Belanda, KUHP baru memiliki banyak keunggulan.
Di kesempatan yang sama, Dr. Dhahana Putra mengatakan, KUHP Kolonial Belanda atau WvS, sudah lama digunakan yakni sejak 1918, padahal memang Indonesia dijajah oleh Belanda 3 setengah abad. Artinya cukup lama Belanda menerapkan WvS, sejak 1885.
“Terdapat lima misi dari KUHP baru yaitu pertama rekodifikasi terbuka, kedua adalah harmonisasi, dimana saat Indonesia memiliki komitmen terkait hak asasi manusia. Sedangkan, ketiga adalah modernisasi, keempat aktualisasi. Selanjutnya Demokratisasi ini pun juga hal yang sangat penting untuk keseimbangan antara moralitas individual, sosial,” Jelas , Dr. Dhahana.
Sementara, Dr. Surastini Fitriasih di kesempatan tersebut mengatakan, KUHP baru ini memiliki beberapa keunggulan, salah satunya yang paling kasat mata adalah karena ini menggunakan bahasa Indonesia. Berbeda dengan WvS yang aslinya itu adalah berbahasa Belanda Kemudian banyak dilakukan penerjemahan penerjemahan yang tentunya sedikit banyak ada penafsiran dari masing masing penerjemah.