KPU Diyakini Mampu Laksanakan Pemilu Sistem Tertutup
Abadikini.com, JAKARTA – Ketua DPP Partai Bulan Bintang Firmansyah mengungkapkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bakalan mudah menyelenggaran pemilu sistem proporsional tertutup, jika pada Juni mendatang Mahkamah Konstitusi (MK) mengesahkan pemilu tertutup.
Menurut Firmansyah, dengan waktu yang kurang dari 7 bulan, KPU bisa melaksanakan pemilu sistem tertutup. Sebab, lanjutnya, pada 9 April 2009 untuk kali pertama pemilu diadakan dengan sistem terbuka. Sedangkan perubahan sistem pemilu proporsional terbuka merupakan putusan MK pada 23 Desember 2008. MK menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.
”Waktu itu banyak pertanyaan, apakah MK siap melaksanakan putusan MK? Ternyata, KPU bisa menyelenggarakan pemilihan suara tanpa kendala, padahal waktunya berselang 4 bulan dari putusan MK tersebut ditambah permasalahan yang lebih kompleks,” kata Firmansyah dikutip, Jumat (26/5/2023).
”Jadi saya berkeyakinan dengan waktu 7 bulan KPU sangat siap melaksanakan pemilu tertutup, jika MK pada Juni mendatang memutuskan bahwa pemilu digelar tertutup,” tambahnya.
Menurut Firmansyah, perubahan sistem tertutup justru mempermudah serta efisien. Baik itu efisiensi waktu dan kertas suara yang juga sangat berdampak efisiensi pembiayaan tentunya. Sebagai politisi, katanya, pihaknya memiliki kewajiban menerangkan tentang sistem pemilu ini, agar tidak rancu serta bias yang dapat dijadikan kampanye hitam terhadap Presiden Jokowi.
Selama ini, kata Firmansyah, dengan berita hoaks menyesatkan dan ada yang menduga demi melanggengkan kekuasaan Presiden Jokowi mengunakan iparnya yang juga ketua MK untuk mengubah sistem pemilu. ”Ini merupakan fitnah sangat jahat yang dilakukan oleh lawan politik Presiden Jokowi,” tegasnya.
Padahal patut diduga pelaku berita hoaks ini adalah oknum pendukung sistem pemilu terbuka yang ingin melanggengkan kursi empuknya di DPR dengan bermodalkan popularitas serta kekuatan finansial agar masyarakat awam tak salah kaprah juga tak mudah termakan berita hoaks.
Firmansyah menjelaskan, pemilu di Indonesia dari zaman orde lama, orde baru sampai dengan era reformasi pada 1999 dan 2004 mengunakan sistem pemilu proposional tertutup. Di mana partai politik mendaftarkan para calon anggota legislatif (caleg) berdasarkan nomor urut. Lalu, parpol mengajukan caleg dari kader dan pengurus. Tujuan parpol tersebut bila berhasil meraih kursi parlemen maka dewan terpilih memiliki kualitas dan mengerti ideologi parpol.
Mirip dengan tertutup, namun sistem Pproporsional tebuka keterpilihan dewan tidak otomatis berdasarkan daftar caleg (nomor urut) yang diajukan parpol. Namun juga ditentukan oleh persaingan internal alias siapa di antara para caleg meraih suara terbanyak itulah yang duduk di kursi dewan.
”Ada plus dan minus dari kedua sistem ini. Hal positif dari tertutup caleg dikader, memiliki idelogi dan paham tujuan perjuang parpol serta apa tugas dewan di parlemen. Mungkin hanya satu negatifnya sistem ini, caleg terpilih (mungkin) tidak populer serta kurang dikenal langsung oleh masa pemilih,” terangnya.
”Sedangkan sistem terbuka positifnya hanya masa pemilih dapat memilih calon yang dikenal. Namun negatifnya si caleg akan menjadikan parpol sebagai kendaraan tumpangan, tak perlu mengenal idelogi dan cita-cita parpol, dengan mudahnya si caleg bak kuntu loncat berpindah-pindah parpol. Bermodalkan kepopuleran dan finansial si caleg ini terpilih jadi dewan. Bagaimana mungkin dewan tak mengerti tujuan dasar menjadi wakil rakyat dapat amanah,” tegasnya.
Firmansyah mengakui tidak ada sistem yang sempurna, namun pihaknya percaya hakim MK nantinya dalam memutus berdasarkan apa yang paling cocok dipergunakan saat ini tentunya.