Saksi Ahli: Pemegang Saham dan Pengurus PT HSI Dapat Dituntut Secara Pribadi
Abadikini.com, SIDOARJO – Saksi ahli dari pihak tergugat dalam persidangan kasus kredit macet PT Hair Star Indonesia (PT. HSI) menyebutkan para pemegang saham, komisaris dan direksi PT. HSI dapat dituntut secara pribadi melunasi kredit macet kepada Bank OCBC NISP ketika harta pailit tidak mencukupi untuk membayar utang.
“Sepanjang terbukti ada kesalahan dilakukan direksi, komisaris, mereka harus bertanggung jawab. Orang bisa dihukum kalau dia salah. Jika harta perusahaan tidak cukup bayar utang-utangnya, maka sesuai Pasal 104 ayat 2 mengatur bahwa setiap anggota Direksi secara tanggung-renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak cukup melunasi dari harta pailit tersebut,” kata Prof Dr. Y Sogar Simamora, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (26/7/2023). Persidangan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim PN Sidoarjo, Moh. Fatkan SH, M.Hum.
Dia menjelaskan kalau komisaris lalai menjalankan tugasnya mengontrol, dapat dinyatakan bersalah. Hanya saja peran sentral dalam pengurusan perseroan ada di direksi, ini sesuai Pasal 104 UU Perseroan Terbatas, bahwa direksi bertanggung jawab mengurus perseroan. Namun, dalam Anggaran Dasar perseroan, untuk tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan direksi butuh persetujuan dari komisaris.
Prof. Sogar melanjutkan, perlu dipahami bahwa pertanggungjawaban pemegang saham dapat berubah menjadi tidak terbatas, dalam situasi terjadinya piercing the corporate veil, pemegang saham bisa dimintai pertanggungjawaban secara pribadi, bisa dituntut aset pribadinya. Dalam UU PT Pasal 3 ayat 2, ada empat kriteria pemegang saham dimintai pertanggungjawaban secara pribadi, diantaranya pemegang saham dengan itikad buruk memanfaatkan aset perseroan untuk kepentingan pribadi, juga pemegang saham secara langsung atau tidak langsung melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) sehingga merugikan pihak lain. Jika salah satu terbukti, maka bisa dimintai pertanggungjawabannya.
Saksi ahli lainnya, Prof. Dr. M. Hadi Subhan, Guru Besar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga (Unair) menjelaskan terkait tanggung jawab pemegang saham dan pengurus, ada beberapa hal yang bisa dimintai pertanggungjawaban, tetapi harus ada bukti kesalahan.
“Dalam prakteknya ini sangat sulit sekali. Jika asetnya kurang, bisa diajukan melalui mekanisme gugatan hal lain-lain di pengadilan niaga supaya semua kreditur memperoleh keadilan, bukan hanya diterima salah satu kreditur saja. Kalau memang organ perseroan harus bertanggung jawab secara pribadi,” kata Prof. Hadi.
Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengatakan pada prinsipnya tunggakan utang harus dibayar. Ketika aset PT HSI tidak mencukupi, maka Bank OCBC NISP dapat menuntut pertanggungjawaban kepada organ perseroan dan pemegang saham.
“Hal ini tentu harus dibuktikan bahwa ada kesalahan yang dilakukan oleh mereka. Bank OCBC NISP sudah memiliki bukti-bukti kuat mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan para pemegang saham dan pengurus PT HSI. Biar Majelis Hakim yang pempertimbangkan bukti-bukti yang telah kami ajukan. Yang jelas bagi kami, kalau punya utang ya harus bayar, apalagi PT HSI dimiliki salah satu konglomerat di Tanah Air, masa iya berkelit tidak bayar utang Rp 232 miliar,” kata Hasbi.
Pihak-pihak yang digugat oleh Bank OCBC NISP yakni: Susilo Wonowidjojo (tergugat 1), PT. Hari Mahardika Usaha (PT.HMU) (tergugat 2), PT Surya Multi Flora (tergugat 3), Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4), Dra Linda Nitisantoso (tergugat 5), Lianawati Setyo (tergugat 6), Norman Sartono M.A (tergugat 7), Heroik Jakub (tergugat 8), Tjandra Hartono (tergugat 9), Daniel Widjaja (tergugat 10) dan Sundoro Niti Santoso (tergugat 11) serta PT. Hair Star Indonesia (PT. HSI) (turut tergugat 1), Ida Mustika S.H (turut tergugat 2).