Catat, Indonesia Rupanya Negara Yang Paling Banyak Bikin Larangan Impor
Abadikini.com, JAKARTA – Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menyebut Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak menerapkan pembatasan impor barang. Jumlah barang yang dibatasi untuk diimpor ke Indonesia tergolong paling banyak dibandingkan negara lain di Asia Tenggara.
Tenaga Ahli Madya Bidang Ekspor-Impor Stranas PK, Firda Rustiani mengatakan pada 2018 Indonesia telah memiliki 10.826 Kode Harmonized System (Kode HS). Dari jumlah itu, ada 5.229 barang yang masuk kategori Larangan dan Pembatasan (Lartas).
“Ini berarti 48,3% masuk kategori Lartas, jadi hampir setengah komoditas yang masuk, ini dianggap terlalu banyak,” kata Firda dilansir dari CNBCIndonesia Rabu (24/4/2024).
Firda menceritakan pada 2018 pemerintah sebenarnya sudah menargetkan untuk mengurangi jumlah komoditas yang masuk dalam Lartas menjadi hanya 20,8% atau 2.256 komoditas. Namun yang terjadi pada 2024 jumlah barang yang masuk Lartas justru meningkat.
Dia mengatakan pada 2024 ada 11.415 Kode HS yang diterapkan di Indonesia. Dari jumlah itu, ada 7.200 komoditas atau 63,16% yang masuk kategori Lartas. “Sementara di Asean rata-rata jumlah komoditas yang masuk Lartas adalah 17%,” kata Firda.
Firda mengatakan pembatasan impor itu memang punya tujuan baik, yakni melindungi produk dalam negeri. Namun, menurut dia banyaknya jumlah pembatasan itu berdampak pada proses perizinan yang lebih panjang dan rumit.
Perizinan yang lebih rumit ini, kata dia, memunculkan potensi korupsi yang lebih besar. “Ini menyebabkan jadi banyak tahapan dan membuat modus makin berkembang,” kata dia. Banyaknya korupsi di sektor perizinan impor ini, kata dia, kemudian mengakibatkan harga-harga pangan yang diimpor semakin mahal. “Makanan kita bisa 10% atau 30% lebih mahal dari seharusnya,” katanya.
Dia mencontohkan pada proses impor bawang putih. Menurut dia, Indonesia memenuhi hampir 100% kebutuhan bawang putih dalam negeri dari impor. Dia mengatakan ketika 100% bawang putih impor, Indonesia masih saja memasukan komoditas pertanian ini sebagai Lartas. Akibatnya malah terjadi korupsi kuota impor bawang putih, seperti yang pernah diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korups.
“Ini bawang putih kita hampir 100% impor, kenapa harus di-Lartas-kan lagi,” katanya.
Selain itu, Firda mengatakan ada pula komoditas yang sebenarnya terlalu kecil nilai importasinya, namun tetap masuk Lartas. Contohnya adalah perkakas setengah jadi, yaitu cangkul.
Dia mengatakan data Kementerian Perdagangan menunjukkan dalam setahun hanya ada 6 Persetujuan Impor yang diterbitkan untuk komoditas ini. Stranas PK, kata dia, menilai jumlah itu terlalu kecil untuk masuk ke dalam Lartas.
“Dari kriteria itu saja sebenarnya hampir 2.000 komoditas tak layak Lartas,” kata dia.