Buruh dan Praktik Perbudakan Modern
Oleh: Samuel Mink
Abadikini.com – Tanggal 1 Mei adalah tanggal yang dinobatkan sebagai Hari Buruh Internasional. Setiap tanggal ini suara-suara protes menggema, mulai dari penghapusan sistem outsourcing, kenaikan upah, hingga jaminan hak-hak buruh lainnya yang seringkali terabaikan.
Bukan hanya sistem outsourcing yang hanya menguntungkan pengusaha dan pemilik jasa kepanjangan tangan perusahaan ini. Situasi kian miris setelah praktik lacur pungutan liar untuk bisa masuk kerja kian marak terutama di daerah-daerah industri.
Dalam praktiknya, ada banyak kasus dimana pencari kerja seringkali diminta upeti untuk bisa masuk atau bekerja ke perusahaan tertentu, apalagi jika pencari kerja sama sekali tidak punya koneksi.
Penyimpangan praktik ini seolah kian melanggengkan praktik perbudakan di era modern. Bisa dibayangkan berapa besar gaji yang harus dipangkas seenaknya oleh perusahaan outsourcing. Berapa besar hak-hak pesangon, tunjangan hari raya, dan tunjangan lainnya yang dipangkas dari praktik kebijakan outsourcing.
Sementara di tengah kebutuhan kerja untuk menopang hidup, buruh seolah tak berkutik. Mereka terpaksa karena demi memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi ini makin membelit setelah marak praktik pungutan liar untuk bisa kerja di pabrik.
Posisi ini makin dilematis, sebab ketika sistem outsourcing hendak dihapus, akan banyak pengangguran karena ke-tidak-sanggupan pengusaha untuk memenuhi sistem kerja tetap dan berjenjang apalagi pada buruh-buruh kasar di pabrik.
Situasi amat getir ini pun mau tak mau terus langgeng diterima buruh. Mereka pada akhirnya hanya menjadi korban dari praktik perbudakan modern ini.
Padahal kebutuhan kerja, bukan hanya sekadar untuk menunjukan eksistensi manusia, sebagaimana ditegaskan Karl Marx dan juga Hegel. Kerja adalah status eksistensial sekaligus sosial, yang meneguhkan kemanusiaan, atau dalam bahasa Arab disebut ‘gordul kasbi’. Karena dengan bekerja itulah manusia kian meneguhkan jati dirinya dan sejatinya mampu mengembangkan diri.
Tapi bagaimana jika kerja justru makin merapuhkan eksistensi diri. Bagi sebagian buruh, apalagi buruh pabrik borongan, situasi kerja justru membuat mereka terus dieksploitasi. Jangankan untuk mengembangkan diri, untuk sekadar terbebas dari ancaman diputus kerja saja sulit.
Kondisi perbudakan ini pun akhirnya membuat buruh kian masuk dalam lorong pengasingan diri. Jhon Ingelson menyebutnya sebagai jalan ke pengasingan.
Tapi bagaimana pun situasinya, buruh tetaplah harus menyuarakan situasi minor yang terjadi bahkan mengarah pada praktik perbudakan modern.
Meski rumit mengurai bagaimana keadilan tercipta untuk buruh, namun buruh tetaplah harus sadar akan kondisi keterasingannya.
Suara keadilan harus terus dipekikan setiap kali May Day berlangsung, tak peduli suara itu didengar atau tak digubris.
Keadilan dan Hari Pengharapan
Dan seperti kata pemikir Ernest Bloch, jika sampai batas waktu suara-suara keadilan tidak bisa sepenuhnya terwujud dalam kenyataan. Toh, kelak buruh-buruh dan orang-orang yang terbuang akan mendapatkan keadilan yang hakiki, terutama jika punya keyakinan akan datangnya hari penghakiman dan pengharapan.
Agama atau keyakinan demikian kata Ernest Bloch, menjadi sejenis pengharapan terakhir karena keadilan tak akan sepenuhnya mewujud dalam dunia nyata. Kalau keadilan ini tak sepenuhnya mewujud, kelak akan ada hari pembalasan bagi siapa saja yang culas atau diam-diam mempraktikan perbudakan.
Namun meski ada pengharapan terakhir, dalam ke-ter-himpitan situasi yang lahir dari kebijakan lalim dan praktik penyimpangan yang merata, buruh harus tetap punya semangat untuk menyuarakan ketimpangan. Kalau suara itu diabaikan, pada saatnya dunia akan mengalami batas yang getas. Di batas yang getas itulah mereka para pemain culas dan curang yang mengeksploitasi dan menyerap tenaga buruh akan menghadapi tuntutan keadilan.
Jika suara-suara itu terus digemakan, paling tidak nurani para pemain outsourcing atau pemangku kebijakan segera terpanggil. Tapi jika tetap membatu, toh kelak mereka akan dihantam penghakiman Tuhan.
Selamat Hari Buruh, semoga suara menuntut keadilan tetap bergemuruh!