Studi: Beralih ke Vape Masih Tinggi Risiko Kanker Paru-paru
Abadikini.com, JAKARTA – Perokok yang berhenti menggunakan sigaret dan beralih ke vape atau rokok elektrik masih menghadapi risiko tinggi terkena kanker paru-paru dibandingkan dengan mereka yang benar-benar berhenti mengonsumsi nikotin. Ini adalah temuan dari studi terbaru yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan The American Thoracic Society di San Diego.
Studi yang dikutip oleh Medical Daily via Antara pada Kamis (23/5/2024), menunjukkan bahwa di antara perokok yang beralih ke vape, risiko kanker paru-paru utamanya tinggi pada mereka yang sudah dianggap berisiko tinggi dan direkomendasikan menjalani pemeriksaan.
Penulis studi, Dr. Yeon Wook Kim, menjelaskan bahwa temuan ini berdasarkan studi berbasis populasi besar tentang peningkatan risiko kanker paru-paru pada pengguna e-sigaret setelah berhenti merokok. “Potensi bahaya menggunakan e-sigaret sebagai alternatif harus dipertimbangkan ketika mengintegrasikan intervensi penghentian merokok untuk mengurangi risiko kanker paru-paru,” ujar Dr. Kim.
Studi ini melibatkan lebih dari 4,3 juta orang di Korea Selatan. Para peneliti mengevaluasi hubungan antara beralih dari rokok konvensional ke e-sigaret dan risiko terkena kanker paru-paru. Semua peserta penelitian memiliki riwayat merokok konvensional dan dikategorikan berdasarkan perubahan kebiasaan mereka menggunakan e-sigaret.
Kategori penelitian meliputi mantan perokok yang sudah lima tahun lebih berhenti merokok dengan penggunaan e-sigaret dan tanpa penggunaan e-sigaret; mantan perokok yang berhenti kurang dari lima tahun tanpa penggunaan e-sigaret dan dengan penggunaan e-sigaret; serta perokok tanpa penggunaan e-sigaret dan dengan penggunaan e-sigaret.
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari 53 ribu individu menderita kanker paru-paru selama masa tindak lanjut, dan 6.351 orang meninggal karena kanker paru-paru. Risiko kematian akibat kanker paru-paru lebih tinggi pada mantan perokok yang telah berhenti lima tahun atau lebih dan beralih ke e-sigaret daripada pada mantan perokok yang berhenti lima tahun atau lebih tetapi tidak menggunakan e-sigaret.
Di antara perokok yang berhenti merokok kurang dari lima tahun dan beralih ke e-sigaret, risiko kanker paru-paru maupun kematian akibat kanker paru-parunya juga tinggi. Hubungan ini terutama tinggi pada mantan perokok dalam kelompok usia 50 hingga 80 tahun dengan riwayat merokok 20 tahun atau lebih.
Para peneliti mencatat bahwa e-sigaret dan elemen pemanasnya telah terbukti mengandung senyawa karbonil seperti formaldehida, asetaldehida, akrolein, dan diasetil, serta logam beracun seperti kromium, nikel, dan timbal, yang diketahui bersifat karsinogenik. Racun-racun ini juga ditemukan dalam rokok konvensional.
Temuan ini menegaskan pentingnya mempertimbangkan risiko kesehatan jangka panjang dari penggunaan e-sigaret dan menggarisbawahi perlunya strategi penghentian merokok yang lebih efektif dan aman.