Pemeriksaan Kasus Pemilih Meninggal di Dapil Batubara Dilanjutkan MK
Abadikini.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan akan melanjutkan pemeriksaan kasus dugaan adanya pemilih meninggal dunia yang tetap memberikan suara di Dapil Batubara 6, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, dalam persidangan lanjutan yang dijadwalkan pada 30 Mei mendatang.
“Perkara orang meninggal ikut nyoblos di TPS 19 Desa Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka akan dilanjutkan ke pemeriksaan persidangan lanjutan di Gedung MKRI pada 30 Mei nanti,” ungkap Ketua Umum LABH Bulan Bintang, Gatot Priadi.
Gatot menjelaskan bahwa sesuai surat dari MK Nomor: 904/Sid.Pem/DPR-DPRD/Pan.MK/05/2024 tertanggal 22 Mei 2024, MK telah memanggil Pemohon dari Partai Bulan Bintang (PBB) dalam perkara PHPU No. 190-01-13-02/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 untuk hadir dalam persidangan tersebut. Agenda persidangan meliputi mendengarkan keterangan saksi, ahli, serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan dari para pihak.
Menurut Gatot, panggilan sidang lanjutan dari MK ini merupakan kesempatan bagi PBB untuk membuktikan bahwa Termohon bekerja tidak menerapkan asas profesional, cermat, berdasarkan hukum, akuntabel, dan transparan.
“Adalah hal yang mustahil jika ada orang yang sudah meninggal masih terdaftar dalam DPT. Padahal sebelumnya ada pencermatan pada tahap DPS. Termohon tidak profesional, tidak cermat, tidak berdasarkan hukum, tidak akuntabel, dan tidak transparan dalam bekerja sehingga proses Pemilu yang seharusnya Luber dan Jurdil tidak tercapai,” tegas Gatot.
Gatot menjelaskan bahwa terdapat temuan mengenai tiga orang yang telah meninggal dunia namun tetap terdaftar dan mencoblos di TPS 19 Desa Kuala Tanjung pada pemilihan umum 14 April 2024 lalu. Hal ini terungkap dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi pada 2 Mei 2024. Ketiga pemilih tersebut adalah Rohana yang meninggal pada 5 April 2023, Tuweni yang meninggal pada 13 April 2022, dan Ramlan yang meninggal pada 28 Agustus 2023.
Selain itu, ditemukan pula temuan di TPS 16 Desa Kuala Tanjung, dimana terdapat DPT sebanyak 157 pemilih dan surat suara yang digunakan mencapai 100%, meskipun satu orang pemilih diketahui sedang bekerja di luar kota. Parahnya lagi, terdapat selisih 52 suara antara perolehan suara PBB menurut KPU dan catatan PBB. KPU mencatat 2424 suara, sedangkan PBB mencatat 2476 suara. Selisih ini disebabkan oleh tindakan pembatalan suara PBB oleh penyelenggara dengan alasan kertas suara robek pada lipatan.
Juga ditemukan sejumlah Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang melebihi jumlah surat suara cadangan 2% dari jumlah DPT di beberapa TPS di Desa Sei Suka Deras dan Desa Tanjung Kasau.
Gatot mempertanyakan ketidaklaziman ini dan menegaskan bahwa Pemohon telah mengajukan keberatan baik di PPK maupun di KPU, serta melaporkannya ke Bawaslu setempat namun tidak diindahkan.
Berkaca pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PHPU.BUP/XIX/2021, yang memerintahkan KPU Kabupaten Mandailing Natal untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang, Gatot menyatakan, “Kami berpendapat Mahkamah berwenang, pemohon memiliki legal standing, dan permohonan masih dalam tenggang waktu. Dengan demikian, kami meminta Mahkamah untuk menetapkan suara yang sah menurut Pemohon sebanyak 2476 dan/atau pemungutan suara ulang di TPS-TPS bermasalah tersebut,” jelasnya.