Indonesia Rugi Lebih dari Rp 10 Triliun Gara-gara Rokok
Abadikini.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa Indonesia rugi hingga triliunan rupiah akibat perokok aktif. Dengan demikian, pihaknya akan menggalakkan aturan rokok di Tanah Air agar dapat menekan angka pengeluaran negara.
Budi mengatakan, beban kesehatan yang ditanggung negara karena penyakit akibat rokok memiliki nilai yang jauh lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh dari Beka Cukai. Ia mengungkapkan, kerugian negara bahkan lebih dari Rp10 triliun.
“Beban kesehatan yang dikeluarkan karena penyakit paru kronis itu jauh lebih besar dari pendapatan Bea Cukai,” tegas Budi saat ditemui di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Secara rinci, Budi mengungkapkan bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang salah satunya disebabkan oleh polusi dari asap rokok menghabiskan anggaran kesehatan lebih dari Rp10 triliun. Menurutnya, jumlah tersebut bahkan baru yang bersumber dari catatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
“PPOK waktu polusi kemarin, itu mungkin di atas Rp10 triliun. Rp10 triliun lebih, ya. Itu yang tercatat Di BPJS, ya, belum yang di luar BPJS-nya,” ungkap Budi.
Menteri yang kerap disapa BGS itu menegaskan bahwa rokok, baik konvensional alias tembakau dan elektrik adalah salah satu penyebab penyakit paru di Indonesia. Ia membeberkan bahwa hingga saat ini, masih banyak kasus penyakit paru, terutama kanker yang belum terdeteksi di Indonesia.
“Rokok salah satu penyebab terbesar penyakit paru, ya. Itu belum hitung yang kanker paru, ya,” kata BGS.
“Kanker paru, kan, pembunuh di pria nomor satu untuk kanker. Itu juga besar dan masih banyak yang undetected (tidak terdeteksi). Jadi, dia meninggal kita enggak tahu meninggalnya gara-gara apa, padahal sebenarnya gara-gara kanker,” lanjutnya.
Menurut Kemenkes RI, prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif di Indonesia diprediksi mencapai 70 juta orang.
Berdasarkan data survei yang sama, anak dan remaja berusia 10 hingga 18 tahun menjadi kelompok dengan peningkatan jumlah perokok tertinggi, yakni 7,4 persen. Secara rinci, kelompok usia 15 hingga 19 tahun adalah kelompok perokok terbanyak, yakni 56,5 persen yang diikuti usia 10 hingga 14 tahun, yaitu 18,4 persen
Sementara itu, pengguna rokok elektrik dalam kelompok remaja juga mengalami peningkatan dalam empat tahun terakhir. Menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2021, prevalensi rokok elektrik menjadi tiga persen.
Guna menekan jumlah perokok di Tanah Air, Budi mengatakan bahwa pemerintah akan segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Dalam RPP tersebut, pemerintah akan mengatur terkait rokok elektrik hingga pemasangan iklan rokok konvensional.