Paradoks Pertanian Indonesia: Jumlah Petani Menurun di Tengah Upaya Kedaulatan Pangan
Abadikini.com, BANDUNG — Terjadi paradoks di dunia pertanian Indonesia. Sebagai negara agraris, Indonesia justru mengalami penurunan jumlah petani. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan politik yang belum berpihak kepada petani.
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma’mun Murod, menyampaikan hal ini pada Sabtu (8/6) seusai acara panen raya sayur sehat 2024 yang diadakan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan UMKM (LPUMKM) Muhammadiyah di Pengalengan, Kabupaten Bandung.
Ma’mun, yang didampingi Ketua MPM PP Muhammadiyah M. Nurul Yamin dan Ketua LPUMKM PP Muhammadiyah Toni Firmansyah, berharap gerakan jihad kedaulatan pangan yang dilakukan oleh Muhammadiyah mendapat dukungan dari pemangku kebijakan dan pemerintahan baru Indonesia.
“Sudah saatnya pemerintahan baru nanti benar-benar berkomitmen dengan Indonesia sebagai negara agraris. Pemerintah harus memberikan perhatian serius dengan cara menghargai produk-produk petani melalui pembelian langsung dari hasil produksi mereka,” tegas Ma’mun dikutip dari laman Muhammadiyah, Ahad (9/6/2024).
Menurut Ma’mun, pembelian hasil produk pertanian oleh pemerintah lebih bermanfaat daripada sekadar memberikan subsidi pupuk, yang sering kali menimbulkan masalah dan menyuburkan mafia pupuk.
Sementara itu, Ketua MPM PP Muhammadiyah M. Nurul Yamin menyampaikan pentingnya pemberdayaan kelompok tani dari sektor hulu hingga hilir. Yamin menuturkan bahwa MPM mendampingi petani di sektor hulu untuk menghasilkan produk pertanian berkualitas dengan memanfaatkan potensi organisme sekitar.
“Sebagaimana testimoni dari para petani, pendampingan oleh MPM mampu menghasilkan produk berkualitas dan meningkatkan kuantitas hasil panen,” ungkap Yamin.
Dengan demikian, petani mendapatkan dua keuntungan: efisiensi produksi melalui penggunaan pupuk dan pestisida organik yang mudah didapat, serta peningkatan kualitas dan kuantitas produk pertanian.
“Oleh karena itu, dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan, baik dari internal Muhammadiyah maupun kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani,” tambah Yamin.
Pendampingan kelompok tani juga dibutuhkan pada sektor hilir, yaitu pemasaran produk hasil pertanian. Ketua LPUMKM, Toni Firmansyah, berharap komoditas sayur dari Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM) dapat diterima pasar karena memiliki beberapa keunggulan.
“Kita fokus pada tiga aspek: harga yang kompetitif, kualitas yang baik, dan promosi yang kuat, baik di internal Muhammadiyah maupun masyarakat luas,” kata Toni.
Toni optimis pendampingan kelompok tani dari sektor hulu hingga hilir akan berjalan berkesinambungan, termasuk pendampingan kepada kelompok peternak, yang nantinya menciptakan pertanian terpadu untuk menghasilkan produk pertanian yang sehat.