Bawaslu Ingatkan Potensi Gesekan dalam Tahapan Pilkada Serentak 2024
Abadikini.com, JAKARTA – Seluruh tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 dinilai rawan terjadi gesekan, terutama karena adanya perbedaan definisi dalam Undang-undang Pemilu dengan Undang-undang Kepala Daerah. Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengungkapkan bahwa konflik dapat muncul tidak hanya di kalangan elite, tetapi juga di tingkat lokal.
“Misalnya dengan calon potensial yang akan maju, tetapi kami menyatakan bahwa konflik sangat dekat, konfliknya dengan lingkungan terdekat. Masyarakat akan memilih pemimpin terbaiknya di daerah yang dekat dengan kehidupan mereka, sehingga ini juga menyatakan tidak hanya konflik elite, tetapi juga konflik di daerah itu,” kata Lolly Suhenty di Jakarta, Rabu (12/6).
Lolly menyoroti bahwa definisi dalam undang-undang terkait pemilu dan pemilihan masih terdapat perbedaan. Misalnya, dalam Undang-undang Pemilu, ada larangan menghina seseorang berdasarkan agama, suku, ras, untuk calon gubernur, bupati, dan wali kota. Namun, dalam Undang-undang Pemilihan, larangan tersebut lebih menekankan pada kampanye yang menghasut dan memfitnah, serta mengadu domba partai politik, perseorangan, dan kelompok masyarakat.
“Yang berbeda adalah di Undang-undang pemilihan, pada poin tersebut menekankan melakukan kampanye berupa menghasut dan memfitnah, ini yang perlu digarisbawahi, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan atau kelompok masyarakat,” paparnya.
Selain itu, ada satu poin yang sering ditanyakan mengenai definisi kampanye dalam Undang-undang Kepala Daerah. Menurut Lolly, definisi kampanye dalam Undang-undang Pemilu sudah lebih detail dengan menjelaskan unsur-unsur dan citra diri yang termuat. Namun, dalam UU Kepala Daerah, definisi kampanye tidak mendetailkan soal unsur, objek kampanye, atau larangan terkait citra diri.
“Definisi kampanye dalam UU Kepala Daerah, justru tidak mendetailkan soal unsur, siapa saja yang akan bisa dikenai objek kampanye. Seperti apa yang kemudian dilarang, dan berkenaan dengan citra diri itu tidak ada, karena definisi sangat umum, kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi misi dan program, calon gubernur, calon wakil gubernur,” tambahnya.
Untuk mengatasi potensi permasalahan ini, Bawaslu berupaya mengidentifikasi pasal-pasal yang berpotensi menjadi pasal karet, pasal yang berpotensi tidak bisa dieksekusi, hingga pasal yang akan berhadapan dengan sesama penyelenggara. Lolly menekankan pentingnya memperhatikan dimensi kerawanan yang mencakup potensi sosial politik, konteks penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi masyarakat.
“Dengan mengidentifikasi potensi-potensi kerawanan ini, Bawaslu berharap dapat mengurangi gesekan dan memastikan Pilkada 2024 berjalan dengan lancar dan demokratis,” tutup Lolly.