Kemenkes Bentuk Tim Asistensi untuk Optimalkan Pelayanan Kesehatan Haji 2024
Abadikini.com, MAKKAH – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah membentuk tim asistensi untuk memberikan arahan terkait pelayanan kesehatan pada musim haji 1445 H/2024. Tim asistensi ini telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) sebagai penyelenggara utama ibadah haji, guna memastikan kebijakan kesehatan berjalan dengan baik dan terintegrasi.
Ketua Tim Asistensi sekaligus Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, dr. Azhar Jaya, SKM, MARS, menyatakan bahwa koordinasi antara Kemenkes dan Kemenag sangat penting karena tanggung jawab utama penyelenggaraan ibadah haji ada di bawah Kemenag, sementara kebijakan kesehatan tetap menjadi tanggung jawab Kemenkes.
“Berdasarkan hasil koordinasi, ada beberapa hal yang akan terus dilanjutkan. Salah satunya, jemaah haji harus dinyatakan istitha’ah terlebih dahulu sebelum melunasi biaya haji. Kebijakan ini telah terbukti meningkatkan kualitas kesehatan jemaah haji tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Azhar dilansir dari laman resmi kemkes ri, Selasa (25/6/2024).
Dalam rangkaian manasik haji, minimal satu sesi harus diikuti oleh Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK), yang terdiri dari satu dokter dan dua perawat sebagai pendamping. Tujuannya agar jemaah haji mengenal TKHK yang akan mendampinginya dan TKHK memahami data kesehatan jemaah yang menjadi tanggung jawabnya.
Kebijakan ini diharapkan menciptakan kesamaan pandangan antara jemaah haji dan tenaga kesehatan tentang apa yang harus dilakukan selama ibadah haji.
“Kebijakan ini terbukti sangat efektif. Angka kematian jemaah haji pada 2024 ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2023. Namun, jumlahnya lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 karena jumlah jemaah haji pada 2024 mencapai 241.000 orang,” tambah Azhar.
Salah satu kebijakan penting adalah pelaksanaan murur untuk jemaah haji risiko tinggi (risti) dan lanjut usia. Murur adalah mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah setelah wukuf di Arafah. Sekitar 55.000 jemaah haji risti dan lansia menjalani murur ini secara sukarela karena kondisi kesehatan mereka.
“Murur bukan mandatori. Silakan bagi yang mau daftar,” tutur Azhar mengutip Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU).
Dalam evaluasinya, Azhar mencatat beberapa hal yang perlu diperbaiki, antara lain integrasi sistem Satu Sehat Digital Transformation Office (DTO) dan BPJS Kesehatan terkait pemanfaatan NIK. Hal ini penting untuk memastikan jemaah haji yang tidak istitha’ah tidak lolos berangkat ke Makkah.
“Data kesehatan jemaah yang sudah terdaftar di BPJS Kesehatan harus dapat diakses melalui sistem Satu Data dan terintegrasi dengan Siskohat. Ini penting untuk memastikan jemaah haji istitha’ah benar-benar mampu, bukan hanya secara finansial, tetapi juga secara kesehatan,” jelas Azhar.
Selain itu, Azhar menyoroti perlunya penambahan tenaga kesehatan kloter dan penambahan tenaga farmasi, dokter spesialis, serta perawat dengan spesifikasi gawat darurat atau intensive care.
Terkait jemaah haji ONH Plus, Azhar mengungkapkan banyak jemaah yang sakit menjadi tanggung jawab penyelenggara ibadah masing-masing. Namun, KKHI tetap memberikan bantuan karena mereka adalah warga negara Indonesia. Dia juga menekankan pentingnya pendaftaran dan pengaturan tenaga kesehatan ONH Plus di bawah komando Kemenkes.
“Saya juga meminta agar tenaga kesehatan jemaah haji ONH Plus ini didaftarkan ke Kemenkes dan kualifikasi yang akan direkrut didata dengan baik,” ujar Azhar.
Azhar mengapresiasi dedikasi tenaga kesehatan yang bekerja tanpa henti dan mengutamakan pelayanan kepada jemaah haji, meskipun insentif yang mereka terima tidak sebanding dengan dedikasi mereka.
“Para tenaga kesehatan ini benar-benar mengutamakan pelayanan kepada jemaah. Meskipun banyak di antara mereka yang ingin berhaji, mereka harus menunda keinginannya karena tugas mereka di sini. Luar biasa dan salut untuk mereka,” ungkap Azhar.