Menteri PPPA Dorong Kasus Asusila Ketua KPU Hasyim Asy’ari ke Ranah Pidana
Abadikini.com, JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menegaskan pentingnya penanganan hukum terkait dugaan tindakan asusila yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari. Ia mendorong agar kasus ini segera dibawa ke ranah pidana.
“Semua sepakat bahwa tindakan asusila adalah perlakuan yang merendahkan martabat perempuan dan sudah melanggar hak asasi manusia,” ujar Bintang dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Bintang menyarankan Cindra Aditi Tejakinkin, sebagai korban, untuk melanjutkan persoalan ini ke ranah hukum agar Hasyim bisa mendapatkan hukuman maksimal berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Tidak ada toleransi apalagi kata damai. Perbuatan pelaku dapat diancam dengan hukuman maksimal berdasarkan UU no 12 tahun 2022 tentang TPKS,” tegasnya.
Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, atas dugaan tindakan asusila. Ketua DKPP, Heddy Lugito, menyatakan bahwa Hasyim telah melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terhadap salah satu anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai penyalahgunaan jabatan, wewenang, dan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy’ari selaku ketua dan merangkap anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Heddy dalam putusannya di ruang sidang DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2024).
Fakta persidangan mengungkap adanya indikasi eksploitasi yang dilakukan Hasyim sebagai pejabat negara terhadap bawahannya, Cindra, anggota PPLN Belanda, agar mau berhubungan badan.
“Pada awalnya, pengadu terus menolak, namun teradu tetap memaksa pengadu untuk melakukan hubungan badan. Pada akhirnya hubungan badan itu terjadi,” tutur majelis hakim DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, di ruang sidang.
Pelaku eksploitasi seksual dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar. Berdasarkan Pasal 12 UU TPKS, pelaku eksploitasi seksual adalah setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau kondisi kerentanan, memanfaatkan orang lain untuk kepentingan seksual.