Permen ATR/BPN No. 14 2024 Upaya Baru Pengelolaan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat
Abadikini.com, JAKARTA – Kegiatan Sosialisasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 14 Tahun 2024 berhasil menarik perhatian sekitar 50 peserta luring dan 500 peserta daring. Peserta terdiri dari Kepala Kantor Pertanahan dan pegawai Kementerian ATR/BPN dari seluruh Indonesia, perwakilan kementerian/lembaga terkait, akademisi dari berbagai perguruan tinggi, serta anggota Civil Society Organization World Resources Institute (WRI).
Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, A.Ptnh., M.H., membuka kegiatan tersebut. Hadir pula narasumber terkemuka seperti Guru Besar Hukum Agraria UGM, Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, S.H., M.C.L., M.P.A., Agraria Reform Specialist for WRI, Ade Irman Susanto, serta Kepala Pusat Kajian Agraria Tata Ruang/Pertanahan STPN.
Dalam acara tersebut, Dr. Janedjri M. Gaffar, M.Si. mempresentasikan materi tentang “Akselerasi Implementasi Permen ATR/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat.” Ia memulai dengan menjelaskan landasan konstitusional yang menunjukkan pengakuan terhadap eksistensi Masyarakat Hukum Adat (MHA) sebagai subjek hukum menurut UUD 1945.
Dr. Janedjri juga menekankan bahwa DPR dan Pemerintah telah menyusun berbagai undang-undang yang mengatur kehidupan MHA. Regulasi tersebut telah diimplementasikan oleh berbagai kementerian dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, serta Keputusan Kepala Daerah.
Ia menambahkan bahwa hadirnya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 14 Tahun 2024 memberikan terobosan hukum baru yang penting dalam pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat MHA. Peraturan ini membagi subjek MHA ke dalam dua kategori: Kesatuan MHA dan Kelompok Anggota Kesatuan MHA, berdasarkan hubungan genealogis dan aktivitas tradisional.
Plt. Deputi VI/Kesbang kemudian menjelaskan tiga bentuk hukum dalam proses pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat, menyajikan data capaian kinerja dari lima kementerian, dan menyampaikan model pengakuan tanah ulayat MHA yang memerlukan koordinasi lintas kementerian.
Menurut Dr. Janedjri, Kemenko Polhukam mendukung program nasional ini untuk menjamin kepastian hukum atas hak ulayat MHA. “Isu MHA terkait tanah ulayat sangat sensitif karena berpotensi menimbulkan sengketa dan konflik yang dapat mengganggu persatuan bangsa jika tidak dikelola dengan baik,” ujar Plt. Deputi VI/Kesbang.