Yusril: Perubahan Wantimpres Menjadi DPA Tidak Menimbulkan Kendala Hukum
Abadikini.com, JAKARTA – Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa tidak ada persoalan dan kendala hukum atas perubahan nama dan kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
“Menurut hemat saya, tidak ada persoalan mendasar yang kita hadapi dari perspektif hukum tata negara, mengenai perubahan kedudukan Wantimpres yang semula adalah lembaga di bawah presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung yang kedudukannya sejajar dengan lembaga-lembaga negara yang lain,” ujar Yusril merespons langkah DPR yang akan merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden atau UU Wantimpres, Selasa (16/7/2024).
Menurut Yusril, penafsiran yang bakal dilakukan DPR justru lebih mendekati maksud dari UUD 1945 dibandingkan penafsiran yang tertuang dalam UU Wantimpres saat ini. DPA, sebagaimana dimaksud UUD 1945 sebelum amandemen, termasuk golongan lembaga tinggi negara dan susunan DPA ditetapkan oleh undang-undang.
“Tugas dewan itu (DPA) adalah memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Sementara itu, penjelasan UUD 1945 ketika itu menyebut DPA sebagai ‘council of state’ yang wajib memberikan pertimbangan kepada pemerintah. Dalam pelajaran hukum tata negara sebelum amandemen UUD 1945, DPA digolongkan sebagai lembaga tinggi negara,” jelas Yusril.
Namun, pasca amandemen UUD 1945, ketentuan yang mengatur DPA dihapus. Yang tetap ada adalah Pasal 16 UUD 1945, namun bunyinya telah diubah.
“Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dengan undang-undang. Nama dewan pertimbangan yang dibentuk presiden itu tidak ada dalam nomenklatur UUD 1945 hasil amandemen. Lalu, UU Nomor 19 Tahun 2006 menamakan Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres dan menempatkan lembaga itu di bawah presiden. Itulah tafsir yang berkembang saat itu,” papar Yusril.
Yusril menegaskan bahwa tidak ada masalah jika DPR kembali menempatkan DPA sebagai lembaga negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya. “Penafsiran sekarang ini lebih mendekati maksud UUD 1945 dibandingkan penafsiran pada 2006 ketika UU Wantimpres dirumuskan. Tafsir tentang kedudukan lembaga-lembaga negara selalu bersifat dinamis dan dapat diterima setelah dituangkan ke dalam norma undang-undang,” ucap Yusril.
Rapat paripurna DPR telah menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (UU Wantimpres) menjadi revisi UU inisiatif usul DPR.
“Kini tiba saatnya kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah rancangan undang-undang usul inisiatif Badan Legislasi DPR tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul DPR?” ujar Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus saat memimpin rapat paripurna di gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (11/7).
“Setuju,” jawab peserta rapat paripurna tersebut.
Revisi UU Wantimpres telah dibahas dan disetujui oleh sembilan fraksi di Baleg DPR. Sembilan fraksi mengusulkan agar nomenklatur dewan pertimbangan kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dalam rangka penguatan lembaga tersebut. DPA bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara.