Ketua MPR Bamsoet: AI Menghadirkan Tantangan dan Peluang Baru di Dunia Pendidikan
Abadikini.com, JAKARTA – Ketua MPR sekaligus Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengingatkan bahwa kemajuan Artificial Intelligence (AI) memberikan disrupsi signifikan pada dunia pendidikan. Dengan hadirnya AI Generatif seperti ChatGPT dan Gemini, siswa dan mahasiswa kini dapat dengan mudah memperoleh berbagai pengetahuan akademik tanpa perlu bertanya kepada guru atau dosen di kelas.
Laporan Grand View Research menunjukkan bahwa pasar teknologi AI di dunia pendidikan meningkat dari 36,37 juta dolar AS pada tahun 2020 menjadi 556,9 juta dolar AS pada tahun 2021, dan mencapai 2,5 miliar dolar AS pada tahun 2022. Temuan Deloitte juga menunjukkan bahwa nilai pasar AI Generatif mencapai 44 miliar dolar AS pada 2023 dan diproyeksikan mencapai 66 miliar dolar AS pada 2024.
“Allied Market Research memprediksi pasar teknologi AI di dunia pendidikan akan mencapai 88,2 miliar dolar AS pada tahun 2032,” ujar Bamsoet dalam Pembekalan Kebangsaan Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada Tanoto Scholars Gathering 2024, yang diadakan secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR, Jakarta, Senin (29/7/2024).
Acara ini dihadiri oleh CEO Tanoto Foundation dan Executive Vice President Royal Golden Eagle for External Affairs Benny Lee, Country Head Tanoto Foundation Indonesia Inge Kusuma, Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Indonesia Michael Susanto, serta Head of Strategic and Impact Communication Tanoto Foundation Indonesia Deviani Wulandari.
Sebagai dosen, Bamsoet menjelaskan bahwa ia harus bekerja keras mengoreksi berbagai tugas dan disertasi mahasiswa, membedakan mana yang dikerjakan oleh AI dan mana yang hasil kerja mahasiswa sendiri. Ia mendorong peserta didik untuk bijaksana dalam menggunakan AI dan tidak hanya memanfaatkannya untuk sekadar copy-paste tugas. Kehadiran AI seharusnya memperluas pengetahuan, bukan menghilangkan identitas sebagai pencari ilmu.
“Dunia pendidikan harus adaptif terhadap kemajuan AI. AI bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran dan manajemen pendidikan. Orientasi pendidikan tidak boleh hanya fokus pada kecerdasan akademik, tetapi juga harus menanamkan karakter. Pemahaman terhadap wawasan kebangsaan harus dikedepankan bersama dengan sikap berpikir kritis, analitis, kreatif, dan imajinatif,” jelas Bamsoet.
Bamsoet juga menekankan pentingnya penanaman wawasan kebangsaan, mengingat hasil survei menunjukkan melemahnya penghargaan generasi muda terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Misalnya, survei CSIS tahun 2017 menemukan bahwa sekitar 9,5 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Survei LSI tahun 2018 menunjukkan hanya 6,2 persen siswa yang berhasil menjawab pertanyaan tentang wawasan kebangsaan dengan benar.
Pada tahun 2020, hasil survei Komunitas Pancasila Muda mencatat bahwa sekitar 19,5 persen responden tidak yakin bahwa nilai-nilai Pancasila penting atau relevan bagi kehidupan mereka. Pancasila hanya dianggap sebagai istilah tanpa pemahaman makna filosofisnya.
“Tahun 2022, hasil survei Litbang Kompas dan Pusat Studi Kebangsaan Indonesia melaporkan hanya 28,6 persen siswa yang memahami Pancasila di ruang kelas, sementara 2,7 persen siswa memahaminya dari media sosial. Hasil survei ini menggambarkan bahwa Pancasila semakin terpinggirkan dari diskursus kebangsaan generasi muda,” tutup Bamsoet.