Menakar Kandidat Ketua Umum Partai Bulan Bintang Jatim
Abadikini.com, JAKARTA – Pascapileg sebelum pilkada, DPW Partai Bulan Bintang (PBB) Jawa Timur memiliki hajat besar, yaitu pergantian kepemimpinan.
Terkait dengan pergantian kepemimpinan DPW PBB Jawa Timur, sebenarnya kandidat seperti apa yang dibutuhkan untuk bisa menggerakkan mesin partai, menyolidkan pengurus partai, dan secara disiplin memproduksi ide-ide besar agar pemilih loyal PBB dapat menjadi roda penggerak partai yang secara signifikan membuat partai berlari dengan kecepatan yang konstan dan menjaga jarak aman dengan masyarakat pemilihnya.
Kandidat ketua umum haruslah memiliki kemampuan dasar sebagai seorang ketua umum, yaitu kemampuan komunikasi dan orasi di depan publik yang mumpuni. Harus bisa membangun komunikasi yang sehat dan menggerakkan seluruh elemen partai untuk bisa berpartisipasi aktif agar roda partai berjalan sesuai dengan pijakan gas-rem sepanjang perjalanan parpol.
Selain itu, ketua umum adalah seseorang yang minim penolakan dari anggota dan pengurus. Sebab, membangun loyalitas pengurus itu bukanlah hal yang mudah. Selanjutnya, seorang calon ketua umum haruslah memiliki kemampuan membaca data dan melakukan pengolahan data agar bisa merespons perkembangan masyarakat pemilih dengan tindakan yang tepat dan akurat.
Selama dua periode kepemimpinan Mohammad Masduki, ada warna baru dari wajah DPW PBB Jawa Timur. Yaitu, memasukkan wajah nasionalis yang sarungan ala santri. Bagi sebagian besar pemilih, wajah itu masih masuk di kategori abu-abu yang mudah berkamuflase: cenderung santri dan di waktu yang berbeda tiba-tiba menjadi parpol yang nasionalis dengan tangan-tangan machiavelis yang diperpanjang sedemikian rupa.
Kini ada dua kandidat kuat dari internal kader DPW PBB Jawa Timur. Pertama, Rizal Aminudin. Ia beberapa kali terpilih sebagai sekretaris umum DPW PBB Jawa Timur. Rizal adalah mantan sekretaris umum PW Pelajar Islam Indonesia (PII) Jawa Timur periode 1995–1998. Ia memiliki sejarah panjang sebagai seorang aktivis pergerakan.
Hubungan dan komunikasi dengan aktivis di zamannya tentu membawa nuansa yang berbeda jika ia terpilih sebagai ketua umum DPW PBB Jawa Timur. Kelebihan lainnya adalah kemampuan menggerakkan pengurus untuk bersama-sama menggerakkan roda organisasi sekaligus tertib dokumen. Hal itu bisa dimaklumi karena sejarah panjang keaktivisannya sejak masih di bangku sekolah menengah.
Kandidat kedua, Alfajar. Ia menjadi wakil ketua di kepengurusan DPW PBB Jawa Timur. Ia termasuk salah seorang kader yang masuk di Bappilu DPW PBB Jawa Timur. Bappilu seharusnya menjadi salah satu think tank parpol yang menyuplai data kepada para calegnya untuk bisa memenangkan pertarungan di pileg.
Sayang, tidak ada kandidat perempuan kali ini. Mungkin di masa yang akan datang, lebih banyak lagi kader Muslimat PBB yang bersedia mencalonkan diri sebagai ketua umum DPW PBB Jawa Timur.
POSISI PBB DI JATIM
Jika melihat kondisi di tiga pileg terakhir (2014, 2019, dan 2024), Kabupaten Pamekasan, Madura, adalah basis utama PBB. Di Pileg 2024, perolehan suara PBB mampu menembus 5 besar dengan raihan 6 kursi. Berbeda dengan Pileg 2019, PBB di Kabupaten Pamekasan ”hanya” mendapatkan 3 kursi dan di Pileg 2014 ada 5 kursi yang diperoleh PBB.
Pileg 2009, Sumenep mendapatkan 4 kursi, tetapi di Pileg 2014, 2019, dan 2024 perolehan kursi hanya satu. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Sampang, Pileg 2014, 2019, dan 2024, perolehan kursi hanya satu. Di Kabupaten Tuban, PBB hanya pernah sekali terpilih dengan 1 kursi pada Pileg 2019. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Kediri, sekali terpilih dengan 1 kursi pada Pileg 2014.
Kabupaten Tulungagung mencatat tahun 2014 dan 2019 ada 1 kursi yang berhasil mereka raih. Sedangkan di kabupaten Mojokerto, pada tahun 2014 ada 2 kursi, lalu di 2019, turun menjadi 1 kursi dan di 2024, tidak ada kursi sama sekali yang bisa diperoleh PBB.
Di Bojonegoro, pada 2004, ada 1 kursi, kosong selama 3 kali pileg, baru ada kursi lagi tahun 2024 dengan memperoleh 2 kursi. Sedangkan untuk DPRD I Jawa Timur, tahun 2004 ada 1 kursi, setelah itu kosong, ada lagi tahun 2019 dengan 1 kursi dari daerah pemilihan Madura, dan tahun 2024 kosong lagi.
Dengan komposisi naik turun kosong dan karakteristik pemilih Jawa timur yang ”dikuasai” tiga matahari di tiga wilayah, tidak mudah bagi PBB untuk memfokuskan akan berada di satu wilayah dengan karakteristik tertentu.
Sebagaimana kita ketahui, PBB tidak mudah membuat identifikasi parpolnya dengan berada di bawah bayang-bayang kejayaan masa lalu di zaman kemerdekaan dengan partai Masyumi dengan tokoh besarnya Mohammad Natsir.
Namun, dengan perolehan suara di tiga kabupaten di Madura, selama beberapa kali pileg, sudah seharusnya DPW PBB Jawa Timur mulai mengambil langkah yang lebih serius untuk membesarkan partai dan menguatkan mesin partai.
Memetakan potensi dan memotret masalah di Jawa Timur dengan lebih dalam adalah pekerjaan rumah lainnya. Memang bukan hal yang mudah karena usia parpol ini telah lebih dari dua dasawarsa tanpa perubahan secara signifikan.
TIGA MATAHARI
Tapi, yang pasti, ingar bingar partai politik tahun 2023/2024 di Jawa Timur sangat dinamis. Terutama, jika dibandingkan dengan lima provinsi lainnya di Pulau Jawa. Dinamisasi itu tidak terlepas dari sejarah panjang Jawa Timur dalam konstelasi politik nasional. Jumlah penduduk terbesar kedua setelah Jawa Barat, dengan 38 kabupaten/kota, 120 kursi di tingkat I Jawa Timur, dan 87 kursi untuk DPR RI.
Perjalanan politik di Jawa Timur setidaknya ”dikuasai” tiga matahari. Pertama, kekuatan tradisional keagamaan yang direpresentasikan oleh ormas NU. Untuk saat ini, terbagi tidak merata antara PKB dan PPP.
Kedua, kekuatan tradisional nasionalis yang direpresentasikan oleh orang-orang dan keluarga dari eks PNI dan menjadi pendukung utama dari PDIP. Ketiga, kekuatan nasionalis. Ada Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem, PAN, dan Hanura. Komposisi kekuatan tiga matahari itu berbeda, bergantung daerah.
Menariknya, karakteristik penduduk di daerah Mataraman jauh berbeda dengan karakteristik penduduk di daerah Tapal Kuda. Dua wilayah tersebut berbeda karakteristik dengan penduduk di daerah Arek. Penguasaan basis suara yang terbilang heterogen membuat siapa pun yang akan bertarung di Jawa Timur akan melalui jalan terjal berliku. Dengan demikian, tidak mudah untuk menjadi penentu siapa yang menang dalam pilkada.
Karena itu, merawat masyarakat pemilih dengan produksi ide aksi juga tidak mudah karena masyarakat pemilih di Jawa Timur sangat heterogen dan tidak bisa ditebak dengan mudah.
Kembali pada kedua kandidat di atas, bagaimana pandangan DPP tentang hal itu? Menakar tingkat ”penerimaan” kedua kandidat di hadapan DPP, memiliki banyak variabel yang harus dihitung. Bisa jadi perhitungan DPP berbeda dari perhitungan pengurus dan anggota secara umum.
Selamat berjuang untuk DPW PBB Jawa Timur yang lebih dinamis dan lebih berwarna.
Oleh: Alfiah Sufiani